Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga saat ini program insentif kendaraan listrik pembelian motor elektrik baru maupun program konversi belum sesuai dengan yang diharapkan pemerintah karena penyalurannya berjalan lambat
Melansir laman resmi SISAPIRa pada Jumat (21/7) pukul 20:32 WIB, kendaraan listrik yang sudah tersalurkan baru 36 unit dari 200.000 unit motor listrik yang disiapkan di sepanjang tahun ini.
Sedangkan untuk program konversi motor listrik, berdasarkan data di dalam Platfom Digital Program Konversi Sepeda Motor Listrik, sudah ada 4.473 pemohon yang mendaftar untuk konversi dan baru 11 permohonan yang diproses. Adapun target konversi motor listrik di 2023 sebanyak 50.000 unit.
Pengamat otomotif, Bebin Djuana menilai secara umum insentif kendaraan listrik sudah cukup baik.
Baca Juga: Pemesanan Motor Listrik Bersubsidi Baru Masih Sedikit
“Insentif untuk motor sudah tepat, pilihan produk motor listrik yang bisa dibeli juga sudah banyak. Namun menurut saya, pekerja ojek online perlu dikoordinir sehingga ada kemudahan khusus agar mau beralih ke motor listrik,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (21/7).
Namun, menurutnya program konversi motor BBM ke listrik masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan pemerintah. Salah satunya mengenai sertifikasi bengkel yang lebih masif lagi.
Pasalnya, ketersediaan bengkel konversi motor yang tersertifikasi juga menjadi kunci keberhasilan program ini.
“Sertifikasi sebaiknya bisa dilakukan di masing-masing provinsi, perlu dicermati pengenaan pajak atas komponen-komponen terkait konversi supaya biaya bisa ditekan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyatakan, program konversi motor listrik masih berjalan lambat karena disebabkan berbagai faktor.
Dimulai dari kurangnya sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat, insentif belum cukup menarik, hingga kurangnya bengkel konversi.
“Target pasar program konversi motor listrik sebenarnya ada, tetapi untuk mencapai pasar itu perlu usaha yang lebih besar. Ditambah insentifnya belum cukup menarik sehingga pemilik kendaraan bisa jadi memilih opsi lain yang lebih menguntungkan, misalnya saja menjual motor mereka,” jelasnya saat dihubungi terpisah.
Pemerintah memberikan bantuan dana sebesar Rp 7 juta untuk konversi motor, sedangkan saat ini biaya untuk melakukan konversi di kisaran Rp 12 juta hingga Rp 14 juta per motor. Maka itu, masyarakat masih harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk melakukan konversi.
Selain itu, lanjut Fabby, ketersediaan bengkel konversi juga belum mencukupi. Sedangkan untuk bisa mendapatkan nomor kendaraan listrik, konversi harus dilakukan di bengkel resmi yang tersertifikasi.
Baca Juga: Kriteria Penerima Insentif Kendaraan Listrik Diusulkan Direvisi
Berdasarkan catatan Kontan.co.id pada 5 April 2023, terdapat 22 bengkel konversi yang baru tersebar di Pulau Jawa dan Bali.
Untuk memperbanyak jumlah bengkel konversi, Fabby mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan vendor atau produsen motor listrik.
Nantinya perusahaan motor listrik tersebut bisa menjadi agregator yang bekerja sama dengan bengkel konversi di daerah-daerah dan menyediakan komponen spare part.
“Dengan begini orang jadi lebih mudah mengakses bengkel konversi, informasi juga tersedia, lebih mudah dan jelas. Biaya konversi juga bisa ditekan karena spare part sudah ada,” terangnya.
Fabby menilai, jika pemerintah belum melakukan langkah berani, target konversi 50.000 unit motor di 2023 sangat sulit tercapai.
IESR berharap adanya insentif konversi ke motor listrik dapat membangun kapasitas teknisi dan bengkel konversi, serta menarik minat pelaku usaha untuk mengusahakan proses konversi dengan skala yang lebih besar.
Berdasarkan temuan IESR, terdapat 6 juta unit motor konvensional per tahun dapat dikonversi ke motor listrik pada 2030. Untuk itu diperlukan ratusan bengkel konversi tersertifikasi, teknisi terampil untuk mengerjakan ini.
Adapun dukungan rantai pasok baterai, motor listrik, dan komponen lainnya sangat perlu sehingga biaya konversi semakin terjangkau oleh masyarakat.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengusulkan agar pemerintah mendesain ulang kebijakan insentif motor listrik khususnya untuk insentif pembelian motor listrik baru. Salah satu yang dievaluasi ialah mempertajam sasaran penerima.
Baca Juga: Apa Mobil Listrik Paling Laris di Indonesia pada Semester I 2023? Cek Daftarnya
“Namun kalau penerima insentif ini diperluas dari masyarakat pra-sejahtera ke kelas menengah tentu itu akan ada konsekuensinya, apakah subsidi diperbolehkan ke kelompok masyarakat menengah,” ujarnya.
Selain mengevaluasi sasaran penerima, Bhima juga mengusulkan supaya pemerintah memperbanyak infrastruktur kendaraan listrik seperti pengisian daya listrik (charging station).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News