kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Insentif pajak industri padat karya diperpajang


Minggu, 17 November 2013 / 18:15 WIB
Insentif pajak industri padat karya diperpajang
ILUSTRASI. Hubungan Intim Tidak Nyaman? Kenali Penyebab Vaginismus


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Meski masih minim peminat, pemerintah berencana untuk memperpanjang (extend) kebijakan pemberian insentif fiskal bagi industri padat karya. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri, pemberian insentif ini bisa diperpanjang lantaran Bank Indonesia (BI) yang kembali menaikan BI rate menjadi 7,5%. Dampak kenaikan BI rate itu diperkirakan baru terasa pada tahun 2014 mendatang.

Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pengurangan pajak Penghasilan (Pph) pasal 25, dan penundaan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013. Awalnya, kebijakan ini dikeluarkan untuk mengantisipasi dampak lanjutan (second round effect) atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada bulan Agustus 2013 lalu.

Dengan aturan ini, insutri padat karya yang berjanji tidak akan melakukan pemecatan karyawannya, akan mendapatkan pemotongan PPh pasal 25 untuk masa pajak bulan September hingga Desember 2013. “Namun, dengan kenaikan BI rate kemaerin, akan saya riview untuk diperpanjang hingga 2013,” ujar Chatib Basri akhir pekan lalu di Istana Presiden.

Chatib berasalan, kenaikan BI rate menjadi 7,5% diperkirakan baru akan berdampak di tahun 2014 mendatang. Kebijakan moneter ketat yang dilakukan Bank Indonesia (BI) menurut Chatib bisa berdampak terhadap dunia usaha. Namun, Chatib melihat hal tersebut perlu dilakukan untuk menekan impor dan neraca perdagangan bisa surplus.

Hanya saja, sebagai konsekuensinya, pemerintah harus memperkuat dunia usaha supaya tidak terkena dampak terlalu dalam dari kebijakan BI ini. Dengan begitu pengurangan PPh pasal 25 sebesar 50% bagi yang berorientasio ekspor dan 25% untuk yang bukan orientasi ekspor diharapkan tidak melakukan PHK.

Sebelumnya Menteri Perindustrian MS Hidayat menjelaskan, sejak dikeluarkannya aturan ini baru sekitar 70 perusahaan yang telah mengajukan diri sebagai penerima insentif. Jumlah ini memang sangat jauh dibandingkan ekspektasi pemerintah semula, yang menargetkan sekitar 1.000 perusahaan akan menerima insentif ini.

Menurut Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Natsir Mansyur insentif yang ditawarkan pemerintah berupa diskon pajak ini tidak begitu menarik. Ia beralasan, insentif pajak tidak membuat biaya pokok produksi (cost of goods sold) berkurang signifikan.

Justru Ia melihat kebijakan kenaikan BI rate jauh lebih berpengaruh besar terhadap peningkatan biaya perusahaan. Belum lagi dengan kenaikan tarif dasar listrik bagi perusahaan besar. Jadi, meski ada insentif, tidak akan berdampak. “Persoalannya memang ada pada kebijakan pemerintah yang justru tidak mendukung dunia usaha,” ujar Natsir, Minggu (17/11).

Selain itu, Natsir juga menyorti masih tingginya biaya pengurusan ijin di Indonesai. Hal ini dikarenakan masih besarnya ego antar kementerian. Sehingga membuat mekanisme perizinan yang tumpang tindih. Hal ini juga menjadi satu permasalahan lain yang membuat biaya produksi meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×