Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir satu setengah tahun sudah, ketentuan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) alias safeguard terhadap impor produk ubin keramik diberlakukan. Managing Director PT Internusa Keramik Alamasri Angelica Lie mengatakan kebijakan safeguard seharusnya bisa menjadi upaya yang cukup kuat untuk menyelamatkan industri keramik dalam negeri.
Meski begitu, ia menilai, ketentuan yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.010/2018 tentang pengenaan BMTP terhadap impor produk ubin keramik pada 12 Oktober 2018 lalu tersebut belum memberikan hasil yang maksimal.
Baca Juga: Distributor Bertambah, Intikeramik Mengejar Pendapatan hingga Rp 110 Miliar
Menurutnya, besaran tarif BMTP yang ditetapkan dalam PMK Nomor 119/PMK.010/2018 dinilai masih belum cukup besar untuk membendung arus keramik impor yang masuk ke pasar dalam negeri.
Selain itu, lingkup pemberlakuan dari kebijakan safeguard yang berlaku saat ini juga dirasa belum memadai karena tidak berlaku bagi beberapa negara pemasok seperti India dan Vietnam. Padahal produk-produk keramik dari kedua negara ini turut membanjiri pasar lokal belakangan ini.
Mengintip data Asosiasi Aneka Industri Keramik (ASAKI), volume impor keramik India memang mengalami kenaikan hingga 1165% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari yang semula sebesar 1,2 juta m2 di tahun 2018 menjadi 16 juta m2 di tahun 2019. Sementara itu, volume impor keramik dari Vietnam juga tercatat melesat hingga sekitar 25% yoy pada sepanjang tahun 2019 lalu.
Lebih lanjut, Angelica menambahkan, upaya pemberlakuan safeguard tidak bisa dijadikan sebagai langkah satu-satunya yang diambil untuk memajukan industri keramik dalam negeri.
Terlebih, tidak semua pelaku industri keramik terkena dampak pemberlakuan ketentuan tersebut. Internusa Keramik Alamasri saja misalnya. Anak perusahaan PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI) ini memperoleh dampak yang signifikan dari pemberlakuan safeguard lantaran bermain di pangsa pasar yang berbeda dengan kebanyakan produk-produk keramik impor.
Baca Juga: Intikeramik Alamasri (IKAI) bidik penjualan hingga Rp 110 miliar tahun ini
Oleh karenanya, Angelica menyarankan pemerintah sebaiknya juga terus proaktif dalam mengakomodasi masukan-masukan dari pelaku industri keramik.
Dalam hal ini, realisasi penurunan tarif gas industri yang sebelumnya diperjuangkan ASAKI bisa menjadi salah satu upaya untuk melengkapi kebijakan safeguard guna memajukan industri keramik dalam negeri.
Baca Juga: Harga gas dijanjikan turun, pelaku industri ramai-ramai tingkatkan utilisasi
“Intervensi dan proaktif dari pemerintah sangat dibutuhkan agar industri keramik di Indonesia yang sebelumnya berada pada peringkat nomor 4 dunia dapat bangkit dan bersaing lagi,” kata Angelica ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (25/2).
Selain mengandalkan intervensi eksternal dari pemerintah, Internusa Keramik Alamasri sendiri terus melakukan sejumlah upaya dari sisi internal guna meningkatkan daya saing.
Beberapa langkah yang akan dilakukan di antaranya meliputi pemasangan reheating gas untuk meingkatkan efisiensi pabrik dan menggenjot research & development agar dapat mengeluarkan desain-desain keramik yang lebih eksklusif dan disukai pasar.
Selain itu, Internusa Keramik juga terus mencari formula terbaik dalam melakukan kegiatan produksi guna meminimalisir biaya.
Baca Juga: Pelaku industri sebut kebijakan safeguard keramik belum maksimal tekan impor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News