Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah berencana membatasi investasi baru di industri semen. Alasannya, jika aliran penanaman modal baru dibuka lebar, maka dikhawatirkan mengalami akan terjadi kelebihan pasokan semen. Tak hanya itu, pemerintah pun berencana mengurangi produksi clinker dan melakukan impor.
Padahal beberapa emiten semen tampak sedang melakukan pembangunan pabrik. Antara lain PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP), PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB), dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR).
Menurut Analis First Asia Capital David Sutyanto, rencana pemerintah membatasi investasi dan mengurangi produksi clinker ini berdampak negatif. Karena perusahaan semen sudah melakukan pemangkasan harga jual, untuk meraih keuntungan, perusahaan hanya bisa mengandalkan volume penjualan. “Tapi sekarang volume malah dibatasi juga,” ujarnya, Senin, (9/2).
David menambahkan, dampak dari pembatasan investasi pabrik baru akan terasa dalam 2-3 tahun ke depan. Sedangkan untuk tahun ini, produksi semen masih mampu tumbuh 5%.
Pemerintah beralasan ingin menjaga pasokan semen dengan melakukan pembatasan tersebut. Pasalnya, kapasitas produksi semen nasional di tahun lalu yakni 77 juta ton per tahun dengan utilisasi pabrik sekitar 70-80%. Sedangkan, realisasi konsumsi semen hanya 60 juta ton.
David mengatakan bahwa saat ini utilitas pabrik semen masih di atas 80%. Apalagi, masih banyak pabrik semen yang belum beroperasi. Ia bercerita, utilitisasi pabrik semen sempat di atas 90% pada tahun 2012 dan 2013. Hal itulah yang membuat para perusahaan semen memutuskan untuk investasi membangun pabrik baru.
Lebih lanjut, David menilai kondisi kelebihan permintaan (oversupply) akan lebih baik dibanding kekurangan permintaan (undersupply). Apabila oversupply, maka perusahaan semen hanya perlu memangkas produksinya. Sedangkan jika undersupply, Indonesia perlu melakukan impor semen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News