kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi migas tersendat pandemi, begini tanggapan industri


Senin, 06 Juli 2020 / 18:38 WIB
Investasi migas tersendat pandemi, begini tanggapan industri
ILUSTRASI. Petugas berkomunikasi saat memeriksa Rig (alat pengebor) elektrik D-1500E di Daerah operasi pengeboran sumur JST-A2 Pertamina EP Asset 3, Desa kalentambo, Pusakanagara, Subang, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020). Pertamina EP menargetkan produksi minyak pada t


Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi Covid-19 turut mempengaruhi kegiatan investasi sektor minyak dan gas bumi di tahun ini. Yang terbaru, proyek Blok Masela dengan investasi mencapai US$ 20 miliar terancam menemui kendala setelah Shell dikabarkan bakal melepas hak partisipasinya di Blok tersebut.

Indonesia Petroleum Association (IPA) menilai kondisi industri migas terdampak khususnya pada kelancaran operasi. Tak hanya itu, harga minyak yang tertekan juga disebut turut jadi penyebab investasi tak optimal.

Baca Juga: Medco Energi (MEDC) tetap fokus kejar produksi migas hingga 105 MBOEPD di tahun ini

"Harga minyak yang belum stabil membuat investor mempertimbangkan kembali investasi yang dilakukan," ujar Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong kepada Kontan.co.id, Senin (6/7).

Ia melanjutkan, di tengah kondisi saat ini upaya yang paling mungkin dilakukan yakni dengan menghormati kontrak yang telah dibuat dengan para investor. Sekalipun hendak melakukan perubahan, maka pemerintah perlu melakukan komunikasi dengan para investor.

"Daya saing harus ditingkatkan dan pemerintah seandainya menginginkan adanya perubahan kontrak maka sebaiknya di bicarakan lebih dahulu dengan investor," terang Marjolijn.

Sementara itu, Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai kondisi investasi migas tanah air memang tengah terpuruk. Berkaca dari yang terjadi di Masela, Komaidi menilai perlu ada pemberian Investment Rate Ratio (IRR) yang wajar

Baca Juga: Perluas penjualan produk, Pertamina dirikan satu unit Pertashop di Garut

"Jika masing-masing pihak saling bantu pasti ada jalan keluar. Meskipun tidak mudah. Kuncinya adalah memberikan IRR yang wajar untuk KKKS," ungkap Komaidi kepada Kontan.co.id, Senin (6/7).

Ia melanjutkan, baik Shell dan Inpex termasuk pemerintah harus mencari solusi dan mengesampingkan keinginan masing-masing dengan tujuan utama agar proyek tetap berjalan.

Kondisi di Blok Masela pun dinilai jadi cerminan kondisi migas saat ini. "Ini masa sulit untuk industri migas," tutur Komaidi.

Dalam catatan Kontan, sepanjang tahun ini terjadi beberapa momen dimana para investor menarik diri dari proyek yang tengah dijajaki ataupun sedang berlangsung.

Baca Juga: Shell jual 35% saham di Blok Masela, ini taksiran perhitungan harganya...

Di awal tahun misalnya, perusahaan migas asal Oman, Overseas Oil and Gas (OOG) akhirnya gagal mencapai kesepakatan dengan Pertamina untuk melanjutkan kerjasama pembangunan Grass Root Refinery (GRR) Bontang. Bahkan belakangan Pertamina mengaku menunda sementara pengerjaan proyek kilang dengan investasi yang mencapai Rp 130 triliun tersebut.

Selain itu, Saudi Aramco pun akhirnya memutuskan mundur dari proyek Kilang Cilacap. Alasan mundurnya Aramco yakni terdapat selisih valuasi aset kilang eksisting mencapai US$ 1,1 miliar serta terjadinya pemunduran jadwal beberapa ksali untuk proyek tersebut.

Aramco akhirnya memilih fokus pada proyek lain yang dimiliki sehingga kerjasama pada proyek dengan investasi yang mencapai US$ 5,66 miliar ini urung terlaksana.

Selain itu, pada April lalu ada Pan Orient Energy East Jabung Pte Ltd yang menyatakan mundur dari pengelolaan Blok East Jabung. Adapun, mundurnya Pan Orient disebabkan terjadinya dry hole pada pengeboran Anggun-1. Padahal Blok tersebut baru saja memperoleh masa perpanjangan waktu eksplorasi pada Januari 2019 lalu.

Baca Juga: Harga minyak mentah bervariasi, Brent menguat 0,3% dan WTI turun 0,7% di hari ini

Jika pengeboran tetap dilanjutkan, maka potensi dry hole dapat kembali terjadi. Hal ini cukup memberatkan terlebih untuk satu kali pengeboran saja, operator harus merogoh kocek hingga US$ 30 juta.

Sementara itu, Pan Orient Energy dalam pengumuman di Bursa Efek Toronto (Toronto Stock Exchange) telah menyatakan mundur dari Blok East Jabung pada 12 Maret 2020 lalu.

Dalam pelaksanaan pengeboran sumur Anggun-1 Pan Orient menggelontorkan dana hingga CA$ 15,1 juta sejak medio 2018 hingga 2019 lalu. Selain itu, perusahaan juga mengalokasikan belanja modal hingga CA$ 12,2 juta.

Baca Juga: Kementerian ESDM berikan tanda keselamatan migas bagi KKKS dan badan usaha hilir

Yang terbaru, Shell dikabarkan bakal melepaskan hak partisipasinya pada Blok Masela dimana Shell memegang hak partisipasi sebesar 35%.

Proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 19,8 miliar ini pun terancam mengalami pemunduran jadwal onstream dimana sedianya ditargetkan pada 2027 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×