Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Indonesia Petroleum Association (IPA) akhirnya merilis data mengenai kondisi sektor hulu migas. IPA menyebut kondisi hulu migas Indonesia telah mengalami krisis terutama dengan terus menurunnya investasi hulu migas di Indoensia.
Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong menyebut berdasarkan data SKK Migas, investasi hulu migas dari pada tahun lalu telah turun 27% menjadi US$ 11,15 miliar dari investasi di tahun 2015 yang mencapai US$ 15,34 miliar. Dengan penurunan investasi tersebut maka secara otomatis aktivitas di sektor hulu migas pun menurun terutama aktivitas eksplorasi.
Pada 2013, investasi eksplorasi bisa mencapai US$ 1,4 miliar dan tahun 2016 hanya US$ 100 juta atau hanya 1% dari total investasi tahun lalu. "Hanya 1% untuk eksplorasi padahal eksplorasi perlu untuk menambah cadangan kita dan itu harus dilakukan untuk jangka panjang,"ujar Marjolijn pada Rabu (10/5).
Dampak turunya investasi jelas terlihat dari menurunnya cadangan migas. Marjolijn pun meyebut cadangan minyak Indonesia terus turun dari 3,7 miliar barel pada 2012 menjadi 3,3 miliar barel pada 2016.
"Terlihat jelas penurunannya, hal yang sama juga terjadi pada gas biarpun gas turunnya tidak sebanyak minyak,"kata Marjolijn.
Selain cadangan migas Indonesia yang terus turun, pertumbuhan ekonomi terutama di daerah yang memiliki wilayah kerja (WK) migas juga ikut menurun. Berdasarkan data IPA, wilayah seperti Rokan Hilir-Riau, Tanjung Jabung Timur-Jambi, Musi Banyuasin, Kutai Kartanegara, Natuna, Kampar, Penajam Paser Utara, dan Sorong mengalami pelambatan ekonomi.
Sementara itu, hanya daerah Siak dan Bengkalis yang masih menunjukan pertumbuhan ekonomi. "Hanya dua yang tidak turun yang lain turun semua. Terlihat jelas ekonomi daerah melambat,"imbuhnya.
Padahal menurut Direktur IPA yang juga CEO Saka Energi Indonesia, Tumbur Parlindungan, industri hulu migas sejatinya tidak hanya bisa menyumbang pendapatan bagi negara tetapi juga bisa menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.
Dia bahkan bilang setiap investasi sebesar US$ 1 juta bisa menciptakan nilai tambah sebesar US$ 1,6 juta, tambahan produk domestik bruto (PDB) sebesar US$ 700 juta dan penciptaan lapangan kerja sekitar 100 orang.
"Jangan lihat oil and gas dari revenue-nya saja tetapi efek dominonya yang harus kita pertimbangkan. Kalau investasi migas lebih banyak lagi maka impact ke pertumbuhan ekonomi lebih besar lagi,"jelas Tumbur.
Sayangnya kondisi hulu migas Indonesia saat ini sedang mengalami penurunan. Untuk itu Marjolijn bahkan bilang sektor hulu migas Indonesia sudah dalam kondisi kritis.
"Bahkan kita sudah krisis. Padahal peluang di migas masih banyak, baik yang langsung maupun tidak langsung,"tegas Marjolijn.
Namun peluang di hulu migas tersebut belum bisa dimanfaatkan dengan bagi di Indonesia karena iklim investasi yang masih kurang menarik bagi perusahaan migas multinasional dan lokal. Apalagi situasi migas secara global juga masih lesu.
Presiden IPA, Christina Verchere bilang cashflow perusahaan migas baik skala global dan lokal terbatas sehingga hanya proyek yang memiliki peluanga yang bagus yang akan mendapatkan pendanaan.
"Bagaimana kita yakin dana tersbeut bisa ke Indonesia? Setiap tahunnya situasi terus menantang dan tantangan terbesarnya adalah iklim investasi di Indonesia,"jelas Christina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News