kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Izin Usaha Pertambangan (IUP) Dicabut, Ada yang Menggugat ke PTUN


Senin, 30 Mei 2022 / 18:21 WIB
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Dicabut, Ada yang Menggugat ke PTUN


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun hingga April 2022, pemerintah telah mencabut ribuan izin usaha pertambangan (IUP) di sektor mineral dan batubara. Namun saat ini, beberapa pihak yang IUP-nya dicabut menggugat pemerintah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).  

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Beleid ini yang menjadi dasar bagi pencabutan Izin IUP mineral dan batubara.

Satgas ini diketuai Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Adapun Wakil Ketua I Satgas cum Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Wakil Ketua Satgas II cum Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, dan Wakil Ketua III Satgas cum Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil.

BKPM mencatat, hingga 24 April 2022 sudah mencabut 1.118 atau 53,8% dari target rekomendasi IUP yang dicabut sebanyak 2.078 IUP. Adapun luas pertambangan yang IUP-nya telah dicabut seluas 2.707.443 hektare (ha).

Baca Juga: Pemerintah Delegasikan Sejumlah Kewenangan dan Izin Pertambangan ke Daerah

Dari data tersebut, sebanyak 102 IUP dari pertambangan nikel, lalu 271 IUP batubara, 14 IUP tembaga, 50 IUP bauksit, 237 IUP timah, 59 IUP emas, dan 385 IUP pertambangan mineral lainnya.

Setelah pencabutan IUP, sejumlah perusahaan batubara melayangkan gugatan kepada Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia melalui PTUN. Dari sejumlah perusahaan yang mengajukan gugatan ke PTUN tersebut, salah satunya anak usaha PT Bayan Resources Tbk (BYAN).

Sebelumnya, melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada (11/4), manajemen PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mengirimkan surat kepada Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai gugatan kepada Menteri Investasi/Kepala BPKM.

Dalam keterangan resminya, Direktur Utama Bayan Dato' Dr. Low Tuck Kwong mengatakan kelima perusahaan yakni PT Bara Sejati, PT Cahaya Alam, PT Dermaga Energi, PT Orkida Makmur, dan PT Sumber Api, anak perusahaan BYAN yang dimiliki secara langsung dan tidak langsung melalui Kangaroo Resources Pty Ltd pada 8 April 2022 melalui kuasa hukumnya telah mendaftarkan gugatan terhadap Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penenaman Modal Republik Indonesia di PTUN Jakarta.

Gugatan tersebut diajukan sehubungan dengan penerbitan Surat Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKPM tentang Penciutan dan Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha pertambangan pada Tahap Kegiatan Eksplorasi dan Tahap Kegiatan Operasi Produksi untuk Komoditas Batubara terhadap ke 5 anak perusahaan tersebut. Keputusan itu mengakibatkan pengurangan luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) tahap operasi produksi dan eksplorasi dan jangka waktu tahap operasi produksi dan eksplorasi dari 5 anak perusahaan BYAB tersebut.

"Saat ini tidak ada dampak terhadap kondisi keuangan perseroan. Namun, kelima anak usaha perseroan belum dapat/terhambat untuk melanjutkan kegiatan operasionalnya," ujar Low dalam keterangan resmi.

Baca Juga: Kementerian ESDM Pastikan Ketentuan PNBP Produksi di PP 15 Tahun 2022 Berlaku Surut

Direktur Eksektuf Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, sepengatahuannya tidak ada anggota APBI yang izin usaha pertambangannya dicabut.

Adapun perihal gugatan yang dilayangkan Bayan Resources kepada pemerintah, Hendra menyebut, Bayan Resources Pty Ltd itu sendiri yang mengajukan gugatan tidak terdaftar sebagai anggota APBI. Namun, di luar dari sejumah perusahaan tersebut  ada juga beberapa perusahaan dari Grup Bayan yang terdaftar menjadi anggota asosiasi.

Secara umum, Hendra menilai, pencabutan IUP merupakan kewenangan pemerintah. Ia yakin hal tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Kami mendukung upaya perbaikan tata kelola kegiatan penambangan agar kegiatan dpt dilakukan secara tertib sesuai dng aturan perundang-undangan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (30/5).

Hendra mengakui, tidak ada dampak yang signifikan terhadap produksi secara umum. Pasalnya, sebagian izin-izin yang dicabut kabarnya ada yang masih dalam taraf eksplorasi.

Melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya, Ketua Satgas sekaligus Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, ada sejumlah kriteria yang menjadi rujukan BKPM mencabut IUP.

Sejumlah kriteria tersebut antara lain, IUP tersebut digadaikan di bank, atau IUP diambil lalu diperjualbelikan, atau IUP tersebut diambil dan hanya disimpan di pasar keuangan tanpa mengimplementasikannya di lapangan. Bisa juga IUP tersebut hanya disimpan dan baru sekian tahun kemudian dikelola.

Kriteria kedua, IUP tersebut dimiliki pengusaha, namun pengusaha tersebut tidak mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Kemudian, IUP-nya ada, IPPKH ada, namun tidak mengurus Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB).

Kriteria ketiga, IUP, IPPKH, dan RKAB ada, namun usahanya tidak kunjung dijalankan. Hal ini biasanya karena pengusaha kekurangan keuangan.

Menurut Bahlil, IUP ini diberikan kepada pengusaha  yang bisa langsung mengesekusi usahanya, akan tetapi jika kekurangan modal tentu harus segera mencari investor dan jangan terlalu lama. Sebab jika terlalu lama, akan menghambat pengusaha lain yang sudah jelas mempunyai modal untuk berusaha.

Baca Juga: Sejumlah Perusahaan Batubara Ajukan Revisi RKAB

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×