Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Lotte Chemical Titan Tbk ingin kinerjanya tetap melaju tahun ini. Untuk itu, emiten polietilen (PE) berkode saham FPNI ini berencana mengejar sekitar 40 pelanggan baru hingga tutup tahun nanti. Tujuannya ialah untuk menjaga kinerja penjualan di tengah kondisi yang serba menantang akibat pagebluk corona (covid-19).
Commercial Director entitas anak perusahaan FPNI, PT Lotte Chemical Titan Nusantara, D. F. Robin W. Handoko mengatakan, beberapa sektor industri masih cukup menarik untuk terus digarap.
Baca Juga: Inaplas: Harga minyak mentah anjlok, ini kesempatan emas bagi industri Petrokimia
Sektor industri flexible packaging atawa kemasan fleksibel misalnya, sektor ini masih memiliki tren permintaan pasar yang tinggi seiring maraknya kegiatan belanja secara daring di masyarakat. Akibatnya, permintaan PE pada sektor tersebut masih cukup stabil untuk keperluan pembuatan produk.
Contoh peluang pasar lainnya juga dijumpai pada industri kemasan non fleksibel jirigen. Pasalnya, kebutuhan sembako seperti halnya minyak goreng masih terbilang tinggi, sehingga kebutuhan PE untuk keperluan pembuatan kemasan jirigen masih terbilang stabil. Sebagian pemain-pemain pada sektor-sektor industri ini belum terjamah oleh jangkauan pasar FPNI.
“Pada dasarnya market Indonesia itu masih banyak yang belum kita sentuh. secara angka, angka target pelanggan baru yang kami tetapkan itu bisa dikejar,” kata Robin usai acara paparan publik pada Jumat (26/6).
Dengan adanya upaya ini, FPNI optimis masih bisa mengejar pertumbuhan volume penjualan sebesar 5%-10% hingga tutup tahun nanti. Sebagai perbandingan, volume penjualan FPNI tercatat sebesar 307.000 metrik ton pada sepanjang tahun 2019. Dus hitungan Kontan.co.id, dengan asumsi pertumbuhan 5%-10%, volume penjualan FPNI bisa mencapai 322.350 mt - 337.700 mt di sepanjang tahun 2020.
Baca Juga: Aksi merger dan akuisisi berpeluang menyusut atau tertunda akibat corona
Meski begitu, FPNI mengaku masih belum bisa menaksir kinerja topline maupun bottom line yang bisa didapat hingga tutup tahun. Maklum saja, realisasi keduanya sangat bergantung pada selisih harga jual produk dan harga bahan baku alias margin spread. Sementara proyeksi margin spread pada tahun ini masih sulit untuk diprediksi.
Pengaruh margin spread terhadap top line dan bottlom line tergambar pada kinerja tahun lalu. Berdasar catatan internal FPNI, perusahaan hanya mencatatkan penurunan tipis sebesar 12% secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada sisi volume penjualan.
Namun demikian, di saat yang bersamaan, FPNI juga dihadapkan pada penurunan rata-rata spread sebesar US$ 40 metrik per tahun dari semula US4 182 per mt di tahun 2018b menjadi US$ 221 per mt.
Alhasil, FPNI mencatatkan penurunan yang cukup dalam pada sisi pendapatan bersih, yakni sekitar 24% yoy dari semula sekitar US$ 433,9 juta di tahun 2018 menjadi sekitar US$ 331,9 juta di tahun 2019. Tidak hanya itu, FPNI juga membukukan rugi bersih sebesar US$ 3,3 juta di tahun 2018. Padahal, sebelumnya, FPNI mampu mengempit laba bersih sebesar US$ 6,1 juta di tahun 2018.
Baca Juga: Bangun Pabrik Baru, Chandra Asri (TPIA) Dapat Tax Holiday
Robin bilang, FPNI sempat mendapati margin spread yang lumayan baik di paruh pertama akibat adanya penurunan harga minyak dunia beberapa waktu lalu. Namun, pergerakan ini tidak berlangsung lama seiring munculnya katalis-katalis negatif lain seperti misalnya pasokan yang tinggi di pasaran akibat bertambahnya pabrik-pabrik PE di regional AsiaTenggara, dan sebagainya.
Walhasil, pergerakan margin spread yang didapat menjadi hanya sedikit lebih baik bila dibandingkan periode sama tahun lalu. “Pergerakan harga jual produk dan bahan baku masih sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh banyak sentimen eksternal,” jelas Robin.
Oleh karenanya, sembari mengawal kinerja penjualan, FPNI bakal meningkatkan efisiensi pada sisi produksi dan administrasi guna mengantisipasi risiko fluktuasi harga jual produk dan bahan baku.
Hingga tutup tahun nanti, FPNI berencana menganggarkan belanja modal alias capital expenditure (capex) sebesar US$ 3 juta. Alokasinya ialah untuk membiayai peremajaan sebagian mesin serta membeli mesin pompa bahan baku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News