Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty (KTT G20) di Bali pada Oktober 2022 nanti menjadi angin segar untuk bisnis perhotelan. Tak terkecuali bagi PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSPT), yang mencuil peluang untuk bisa mendongkrak kinerja di tahun depan.
Direktur Jakarta Setiabudi Internasional Anton Goenawan menyampaikan, sejak saat ini persiapan sudah mulai dilakukan, termasuk bagi hotel JSPT yang berpotensi menjadi bagian dari akomodasi anggota delegasi. KTT G20 ini diharapkan bisa meningkatkan okupansi dan pendapatan dari segmen hotel.
Tak hanya di Nusa Dua, gelaran KTT G20 ini diyakini bakal mengerek okupansi hotel di wilayah Bali lainnya, seperti di daerah Sanur. "Kami melihat ini sangat bagus. Kami juga melakukan pendekatan dengan berbagai pihak, sehingga hotel kami yang ada di sana bisa mendapatkan benefit dari KTT G20 ini," ujar Anton dalam paparan publik virtual yang digelar Kamis (2/12).
Saat ini JSPT mengoperasikan 11 unit hotel dengan total 2.688 kamar, yang mana sekitar 50% berada di Bali. Ada 4 hotel JSPT yang beroperasi di Bali, yakni Hyatt Regency (375 kamar), Grand Hyatt (636 kamar), Andaz (149 kamar), dan Mercure Resort Sanur (189 kamar).
Baca Juga: Bali dibuka untuk wisatawan asing, ini kata Jakarta Setiabudi Internasional (JSPT)
Selain di Bali, JSPT juga memiliki 4 hotel di Jakarta, yakni Mercure Convention Center, Ibis Budget Cikini, Ibis Budget Menteng, dan POP! Hotel Kemang. Di Yogyakarta, JSPT menjalankan POP! Malioboro dan Hyatt Regency. Sedangkan di Semarang, JSPT menggarap POP! Hotel Pemuda.
Segmen bisnis perhotelan masih menjadi penopang kinerja pendapatan JSPT. Hingga kuartal ketiga 2021, total pendapatan JSPT tercatat sebesar Rp 326,23 miliar, merosot 23,55% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sejalan dengan merosotnya pendapatan, rugi bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk JSPT meningkat 19,23% menjadi Rp 185,20 miliar per September 2021. Segmen bisnis hotel memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan JSPT sekitar 50%. Disusul dari divisi office dan ritel yang menyumbang 37%, serta dari divisi residensial dengan porsi 13%.
Anton menyebut, pendapatan dari divisi residensial mengalami kenaikan hingga 32%. Namun pendapatan dari divisi office dan ritel mengalami penurunan 28,6%, sedangkan dari divisi hotel merosot 28%. Kondisi EBITDA Jakarta Setiabudi Internasional pun tercatat turun 181% hingga September 2021.
"Penurunan EBITDA terbesar di divisi hotel, terutama hotel-hotel di Bali karena hilangnya pendapatan, yang disebabkan Pulau Bali tertutup dari wisatawan mancanegara selama pandemi covid-19," sebut Anton.
Dia menegaskan, okupansi hotel di Bali memang masih sangat bergantung dari kunjungan wisatawan mancanegara. Anton pun berharap, adanya KTT G20 tahun depan bisa lebih signifikan menggerakkan industri perhotelan di Bali.
Dengan catatan, varian baru Covid-19 Omicron tidak menjalar dan mencuatkan kasus baru, sehingga pemulihan pariwisata bisa terus berjalan. Juga tidak menimbulkan pembatasan mobilitas masyarakat secara ketat.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, JSPT memproyeksikan kinerja perhotelan, khususnya di Bali bisa tumbuh kembali pada Semester II-2022. "Harapan kami varian baru ini tidak sampai jauh lebih buruk, sehingga kedatangan turis asing bisa naik, dan meningkatkan kinerja di tahun 2022," ujar Anton.
Tingkat Okupansi
Mencuatnya kasus Covid-19 dan Pembatasan mobilitas masyarakat (PPKM) memang berdampak signifikan bagi tingkat okupansi hotel. Anton memberikan gambaran, merosotnya pendapatan JSPT hingga Q3-2021 tak lepas dari adanya PPKM darurat dan level 4 pada bulan Juli dan Agustus.
Namun setelah kasus covid-19 lebih terkendali dan level PPKM diturunkan, performa okupansi hotel pun merangkak naik. Meski, kenaikan okupansi di Bali masih jauh lebih rendah dibandingkan hotel JSPT di wilayah Jakarta dan Jawa.
Anton menerangkan, rata-rata okupansi hotel JSPT di Bali baru berkisar di level 20%. Namun untuk rata-rata okupansi hotel di Jakarta dan Jawa per November lalu bisa mencapai 70%. Bahkan di hari tertentu, tingkat okupansi di beberapa hotel bisa mencapai 90%-100%.
Meski belum bisa merinci proyeksi kinerja JSPT hingga tutup tahun 2021, tapi Anton meyakini kinerja di akhir tahun bisa meningkat ketimbang di Q3-2021. "Saya nggak bisa sebut angka untuk capaian di akhir 2021. Tapi dengan indikasi di atas, kami yakin di Q4 performa kami akan jauh lebih baik," tandas Anton.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur JSPT Jefri Darmadi menyampaikan sejumlah strategi perusahaan untuk tetap bisa menjaga kinerja di tengah kondisi yang masih tak menentu. JSPT berupaya menekan semua biaya operasi serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan mengoptimalkan teknologi dan memperbaiki sistem. "Perseroan berusaha meningkatkan pendapatan, efisiensi, aset, dan pengelolaan neraca yang seimbang," pungkas Jefri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News