Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan hanya memangkas jarak dan waktu, tersambungnya jalur tol Trans Jawa juga turut mengubah kebiasaan di jalan raya. Para sopir truk dan bus kini bisa menikmati perjalanan agak tenang menyusuri ujung barat hingga timur Pulau Jawa.
Sumber ketenangan para sopir tak lain lantaran frekuensi pungutan liar alias pungli di jalan raya mulai berkurang. Isu pungli memang masalah klasik dan tak kunjung selesai.
Tim Jelajah Ekonomi KONTAN, yang menyusuri jalur Trans Jawa selama sepekan pada Februari lalu, sempat memotret dan menggali pengalaman sejumlah sopir yang melintasi jalan bebas hambatan ini.
Silalahi, seorang sopir truk PT Bandar Indah Permata bercerita, belakangan ini dia cukup lega untuk berkendara di jalur tol Trans Jawa. Para sopir kini tak perlu was-was dengan ancaman kejahatan dan pungli.
"Pungli antara lain seperti biaya untuk polisi. Dulu, banyak keluar biaya ke polisi di setiap daerah atau setiap lampu merah tertentu. Selain pungli, saat ini truk tidak harus melewati jembatan timbang, sehingga menjadi lebih hemat," ungkap dia saat beristirahat di rest area KM 379 jalur tol Trans Jawa, belum lama ini.
Secara manusiawi, para sopir juga menginginkan rasa aman dalam menjalankan kendaraan. Dengan menggunakan jalan bebas hambatan, mereka berharap bisa menghindari pengendara sepeda motor maupun mobil yang kerap ugal-ugalan di jalan non-tol.
Pengalaman berharga lainnya adalah tentang penghematan waktu dan jarak tempuh perjalanan. Silalahi menuturkan, sebelum Trans Jawa tersambung, perjalanan untuk mengangkut alat berat dari Jakarta ke Surabaya membutuhkan waktu hingga empat hari. "Sekarang, tiga hari saja sudah sampai," ungkap Warno, rekan sejawat Silalahi.
Seiring dengan terpangkasnya jarak dan waktu tempuh perjalanan, pengguna jalan tol juga bisa menghemat biaya bahan bakar. Silalahi menggambarkan, truk yang dia jalani dari Jakarta hingga Semarang, misalnya, bisa menghemat bahan bakar minyak (BBM) sampai 200 liter. Jumlah tersebut setara Rp 1,96 juta, dengan asumsi harga bio solar Rp 9.800 per liter.
Tak hanya angkutan barang, para pengelola bus antar kota antar provinsi (AKAP) mulai mengarahkan navigasi bisnisnya ke Trans Jawa. Tim Jelajah Ekonomi KONTAN mengamati pergerakan angkutan umum seperti bus AKAP dan bus pariwisata cukup ramai memasuki ruas jalan tol Trans Jawa. Setiap hari pukul 17:00 WIB, sejumlah bus dari Madiun bergerak ke arah tol Solo.
PT Gunung Harta Solutions juga telah menambah jumlah bus yang melintasi ruas jalan tol Trans Jawa. Kini, sebanyak 20 unit bus Gunung Harta menyusuri Trans Jawa setiap hari. Sebelumnya, Gunung Harta hanya mengerahkan 16 unit bus melintasi Trans Jawa. "Kami berharap volume penumpang terus meningkat setiap tahun," tutur Direktur Gunung Harta Solutions, I Gede Yoyok,
Gunung Harta ingin memaksimalkan tiga lini bisnisnya, yakni bus malam, bus pariwisata dan jasa paket.
Modifikasi rute perjalanan juga menjadi salah satu pilihan para pengusaha otobus. Sejak akses tol Trans Jawa terbentang, pengusaha bus mulai menyiasati jadwal perjalanan. Misalnya, dari Jakarta hingga ke Jawa Timur yang semula berangkat malam hari, maka saat ini bisa berangkat sejak pagi hari. "Selain itu, ada penambahan rute jarak lebih dekat. Misalnya Solo hingga Surabaya," ungkap Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan.
Namun saat ini anggota IPOMI belum berencana menambah jumlah kendaraan secara besar-besaran setelah tol Trans Jawa terbuka. Alternatifnya adalah peremajaan bus.
Alokasi penggunaan bus juga diberlakukan. Sebelumnya setiap PO bus mengoperasikan 20 bus di jalan nasional, dan kini berkurang menjadi 15 unit. Sisanya, mereka memaksimalkan operasional bus di Trans Jawa. Salah satu pertimbangannya, tol Trans Jawa dimanfaatkan untuk rute sekali jalan. Adapun rute yang harus berhenti di setiap kota masih mengandalkan jalan nasional.
Para pengusaha logistik juga mulai mengkalkulasi potensi bisnisnya dengan mempertimbangkan akses jalur tol Trans Jawa. Selama ini, perputaran uang di bisnis logistik Indonesia memang cukup kencang dan signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, lapangan usaha logistik dan pergudangan menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp 435,20 triliun di sepanjang 2018. Jumlah tersebut setara 4,17% terhadap PDB nasional. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan PDB sektor logistik dan pergudangan sebesar 7% per tahun.
Dari sini, Supply Chain Indonesia (SCI) menganalisis sektor transportasi Indonesia pada tahun lalu didominasi oleh sub sektor angkutan darat dengan kontribusi sebesar 53,15%, diikuti angkutan udara sebesar 36,10%. Angkutan lainnya memberikan kontribusi rendah, yaitu angkutan laut 6,77%, angkutan sungai, danau dan penyeberangan 2,41% serta angkutan rel 1,57%. Dengan terhubungnya jalan tol Trans Jawa, boleh jadi perputaran uang dari sektor angkutan darat bakal semakin kencang di masa yang akan datang.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita, menilai jalan tol Trans Jawa memang menjadi alternatif bagi pemakai atau pemilik barang yang ingin waktu pengiriman dipangkas. Konsekuensinya, ada tambahan biaya dengan pilihan jalur cepat ini. Jalan tol Trans Jawa juga menjadi pilihan bagi pengguna selain jalur non-tol, kereta api, laut dan udara.
Meski jalan tol Trans Jawa digadang-gadang bakal menjadi lintasan paling potensial di angkutan darat, bukan berarti jalur tersebut menjadi pilihan utama bagi para pebisnis logistik. Sebab, tarif jalan tol Trans Jawa menjadi salah satu keluhan para pengguna jalan tol, termasuk pengusaha logistik. "Sejauh ini, saya melihat pemilik barang masih enggan membayar lebih sekitar 15% hingga 20% biaya transportasi untuk penghematan waktu melalui tol Trans Jawa," kata Zaldy kepada KONTAN, belum lama ini.
Kehadiran jalan tol Trans Jawa juga dinilai belum akan memangkas biaya logistik secara signifikan. Memang ada penghematan biaya bahan bakar dari jarak tempuh perjalanan yang semakin pendek. Namun dana hasil penghematan bahan bakar tersebut digunakan untuk mengkompensasi tarif jalan tol Trans Jawa yang cenderung lebih mahal. "Dampak jalan tol Trans Jawa mungkin akan terasa dalam dua hingga tiga tahun ke depan, dengan asumsi para pemilik barang mengutamakan kecepatan daripada biaya," ungkap Zaldy.
Oleh karena itu, para pengusaha logistik mengharapkan otoritas terkait menurunkan tarif jalan tol Trans Jawa. Sejauh ini, tarif masih terbilang mahal, khususnya untuk kendaraan jenis truk (golongan II ke atas). Sebagai gambaran, estimasi tarif tol untuk golongan I dari Jakarta hingga Pasuruan senilai Rp 712.500. Dengan rute yang sama, asumsi tarif jalan tol golongan II dan III mencapai Rp 1 juta. Sedangkan biaya tol untuk golongan IV dan V senilai Rp 1,43 juta. Perhitungan tersebut dengan asumsi tarif jalan tol untuk golongan II dan III adalah 1,5 kali golongan I, sementara tarif golongan IV dan V sebesar 2 kali dari golongan I.
Soal kebijakan tarif jalan tol, para pengusaha truk juga mengeluhkan hal serupa. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Kyatmaja Lookman mengakui masalah tarif jalan tol Trans Jawa masih menjadi kendala. Para pengguna truk masih enggan menggunakan jalan bebas hambatan karena pertimbangan tarif. "Perlu ada penawaran khusus untuk pengemudi truk yang kebanyakan keluar masuk kota-kota yang dilewati tol Trans Jawa," ungkap dia.
Menanggapi keluhan para pengusaha, PT Jasa Marga Tbk yang masuk dalam Asosiasi Tol Indonesia (ATI) sedang mengkaji bersama pemerintah untuk menentukan formulasi tarif tol yang sesuai. Kajian tersebut akan menjadi dasar untuk menetapkan tarif baru jalan tol Trans Jawa. Sambil menunggu kajian bersama rampung, manajemen Jasa Marga berinisiatif memberikan diskon sebesar 15% bagi pengguna jalan tol jarak terjauh dalam satu klaster selama dua bulan, terhitung mulai akhir Januari 2019.
Diskon tarif jalan tol hanya berlaku pada klaster II, klaster III dan klaster IV. Perinciannya, klaster II meliputi gerbang tol Palimanan dan keluar di gerbang tol Kali Kangkung, demikian sebaliknya. Kemudian klaster III dari gerbang tol Banyumanik dan keluar di Warugunung, demikian sebaliknya. Selanjutnya klaster IV yakni masuk gerbang tol Kejapanan Utama dan keluar Grati, serta sebaliknya. Bagi pengguna yang masuk dan keluar selain dari dan menuju gerbang tol tadi, maka diskon tarif 15% tidak berlaku.
Para pengusaha berharap tarif tol Trans Jawa menyusut. Dengan begitu, lalu lintas di jalur emas infrastruktur Pulau Jawa ini bakal semakin ramai dan berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News