Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prahara di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional seolah enggan berakhir. Gelombang PHK pekerja industri TPT pun masih terus terjadi sampai saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyampaikan, sepanjang 2023 berjalan ada sekitar 70.000 pekerja industri TPT yang terdampak rasionalisasi karyawan baik itu berupa PHK, putus kontrak, maupun dirumahkan. Sebagai perbandingan, pads 2022 lalu terdapat sekitar 80.000 pekerja industri TPT yang terkena rasionalisasi karyawan.
"Jumlah ini belum termasuk karyawan TPT kalangan IKM (industri kecil menengah)," ujar dia, Selasa (14/11).
Baca Juga: Tujuh Perusahaan Tekstil Lakukan PHK Massal Terhadap 6.500 Pekerja
Pengurangan jumlah karyawan ini tak lepas dari kondisi industri TPT nasional yang terpuruk lantaran permintaan ekspor masih seret. Kenaikan suku bunga acuan The Fed menyebabkan ketidakpastian ekonomi global yang berujung pada penurunan permintaan produk tekstil asal Indonesia.
Di sisi lain, pasar domestik yang semestinya jadi topangan produsen TPT lokal justru masih dibanjiri oleh produk-produk impor, termasuk produk impor ilegal.
Baca Juga: Kinerja Lesu, Tujuh Perusahaaan Teksil Lakukan PHK Massal
APSyFI memperkirakan industri TPT nasional belum akan pulih pada akhir tahun nanti, meski biasanya permintaan produk pakaian meningkat saat musim libur natal dan akhir tahun. Tahun 2024 pun belum tentu jadi periode yang menyenangkan bagi industri TPT jika masalah permintaan ekspor yang minim dan impor produk ilegal merajelal masih terjadi.
Adanya momentum Pemilu 2024 tidak lantas membantu kinerja industri TPT secara keseluruhan. "Ada order atribut kampanye partai dan Capres-Cawapres. Tapi jumlahnya tidak signifikan," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News