Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menyebut ketersediaan bahan baku garam untuk makanan dan minuman (mamin) jelang Ramadan masih tersendat.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman mengungkapkan bahwa industri mamin masih butuh sekitar 600.000 ton garam impor.
"Kebutuhan garam industri sekitar 500.000 ton dari impor sisanya dalam negeri, kalau dalam negeri untuk kebutuhan industri mamin sekitar 400.000-an," kata Adhi saat dihubungi kontan.co.id, Kamis (22/2).
Kata dia, Kebutuhan garam impor untuk industri mamin masih butuh impor karena kekurangan produksi lokal. Adhi menyebutkan jika produksi dalam negeri sejauh ini hanya 450ribu ton.
Baca Juga: Begini Tanggapan Industri Makanan dan Minuman bila Pilpres Satu Putaran
Adapun gapmmi tengah membahas persetujuan impor (PI) garam dengan Kementerian Perdagangan agar dapat segera diterbitkan. Sebab, kebutuhan garam jelang Ramadan akan meningkat.
Lebih lanjut, Adhi menyatakan bahwa pembahasan persetujuan impor (PI) saat ini dalam proses dan sudah berangsur dikeluarkan perizinannya.
"Sedang proses (Persetujuan impor) Sebagian sudah keluar," sambungnya.
Lebih lanjut, kata dia, tahun 2023 pertumbuhan industri mamin sebesar 4,6%, lebih rendah dari target 5%.
"Hal ini dikarenakan harga bahan baku yang sempat melonjak dan pesanan yang tertahan imbas ketidakpastian global," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mengoptimalkan produksi dan penyerapan garam dalam negeri karena produksi saat ini belum memenuhi seluruh kebutuhan industri.
Baca Juga: Ini Alasan Gapmmi Berharap Pilpres Satu Putaran
Plt Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, produksi garam lokal saat ini belum memenuhi seluruh kebutuhan industri.
Sehingga negara perlu menggunakan instrumen impor dalam rangka menjamin ketersediaannya.
"Pada 2023, kebutuhan garam nasional mencapai sekitar 4,9 juta ton dengan komposisi mayoritas berada di sektor industri manufaktur sebesar 90,9 persen," kata Ignatius
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News