Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Edy Can
JAKARTA. Badan Pelaksana Usaha Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) akan menghukum kepada PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) jika terbukti korupsi dalam proyek Bioremediasi. Hukumannya, BP Migas tak akan membayar cost recovery untuk proyek tersebut.
Kepala BP Migas R. Priyono menjelaskan, sanksi tersebut untuk mengamankan penerimaan negara. Menurutnya, bila BP Migas tidak memberikan cost recovery maka tidak ada potensi kerugian negara. Besarnya cost recovery untuk proyek tersebut sebesar Rp 15,8 triliun.
Menurut Priyono, cost recovery akan dicabut sampai Chevron bisa membuktikan tidak adanya penyalahgunaan. "Kalau misalnya sudah ada pembuktian mereka tidak menyalahgunakan maka akan kami bayarkan kembali," ungkap Priyono, Kamis (29/3).
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung sedang menyelidiki dugaan adanya korupsi proyek Bioremediasi tersebut. Dalam penyidikan itu, Kejaksaan Agung menduga negara tidak memperoleh jatah 85% hasil proyek tersebut sesuai dengan kontrak karya.
Proyek bioremediasi itu berlangsung mulai tahun 2003 hingga 2011 dengan total anggaran sebesar Rp 270 miliar. Untuk melakukan proyek tersebut, CPI melibatkan dua perusahaan sebagai pihak ketiga, yakni PT PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya. Namun, kedua perusahaan itu ternyata tidak memiliki atau memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah.
Kedua perusahaan tersebut hanya perusahaan atau kontraktor umum saja sehingga dalam pelaksanaannya proyek tersebut ternyata fiktif belaka. Namun, CPI tetap mengajukan cost recovery pemulihan lingkungan tersebut sehingga diduga merugikan negara Rp 210,25 miliar.
BP Migas bahkan menilai proyek yang berlangsung di Minas, Riau, itu sudah berhasil baik dalam mengembalikan kondisi lingkungan di sana. "Selama ini juga tak pernah ada temuan aneh dari auditor dalam proyek tersebut," kata Priyono.
Communication Manager Chevron Dony Indrawan menegaskan Chevron selama ini beroperasi menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. "Kami akan memberikan semua data dan dokumen yang diperlukan Kejagung dalam penyelidikan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News