kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Juragan batubara minta kurangi kuota wajib pasok dalam negeri


Selasa, 10 Januari 2012 / 14:47 WIB
Juragan batubara minta kurangi kuota wajib pasok dalam negeri
ILUSTRASI. Antrean nasabah di?kantor cabang Bank Mandiri, Tangerang Selatan, Selasa (29/12)../pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/29/12/2020.


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah memangkas kewajiban pasok batubara untuk industri dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO). Pengusaha meminta, kuoata wajib pasok dalam negeri dikurangi dari 24,72% menjadi 17% atau 18% dari rencana produksi 332 juta ton pada tahun ini.

Bob Kamandanu, Ketua APBI menyatakan, kuota wajib pasok batubara tahun 2012 terlalu besar sehingga sulit diserap pasar domestik. "Kebutuhan nyata batubara di dalam negeri hanya 65-75 juta ton," ujar Bob kepada KONTAN di Jakarta, Selasa (10/1).

Sementara Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1991 K/30/MEM/2011 mengatur, wajib pasok batubara di dalam negeri harus mencapai 24,72% dari rencana produksi batubara 2012 sebesar 82,07 juta ton.

Bob menilai, hitungan pemerintah tidak sesuai lagi dengan kemampuan serap batubara domestik. Apalagi, tahun lalu kuoata wajib pasok batubara dalam negeri hanya terserap 65 juta ton sampai 75 juta ton, dibawah ketentuan wajib pasok pemerintah sebesar 78,97 juta ton.

Menurut Bob, penetapan wajib pasok dalam negeri yang berlebihan bisa merugikan pengusaha. Sebab, pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan wajib pasok batubara untuk dalam negeri, ia akan dikenakan sanksi pemangkasan target produksi hingga 50%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×