Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya mengumumkan skema penyelenggaraan sarana dan prasana Light Rail Transite (LRT) pada 7 Desember 2017. Dalam skema itu pemerintah menyatakan investasi LRT akan menggunakan skema awal sesuai dengan Perpres 49/2017, di mana PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) akan bertindak sebagai operator sekaligus investor utama dari penyelenggaraan ini.
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan surat kepada pemerintah terkait penarikan KAI sebagai investor utama penyelenggaraan LRT. Alasannya, Kementerian BUMN khawatir likuiditas KAI bakal terganggu apalagi dengan menggelembungnya pendanaan proyek ini.
Meski demikian, Didiek Hartyanto, Direktur Keuangan KAI mengatakan, proyek LRT sama sekali tidak akan mengganggu likuiditas KAI, lantaran perusahaan telah memperoleh pendanaan lewat obligasi yang diterbitkan.
"Karena DER (debt to equity ratio) kami masih 1,4, sehingga cashflow sudah oke. Ebitda juga sekitar Rp 4 triliun," kata Didiek kepada KONTAN, Sabtu (9/12).
Ia menjelaskan, total investasi pembangunan LRT sebesar 29,9 triliun. KAI memperoleh Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 7,6 triliun dengan rincian sebesar Rp 4triliun pada 2017, Rp 2 triliun dari realokasi PMN 2015 untuk Trans Sumatera dan tambahan baru sebesar Rp 2 triliun dari APBN-P 2017 yang akan cair bulan Desember mendatang.
Sisanya, KAI akan memperoleh kredit sebesar Rp 18,1 triliun. KAI mengatakan pendanaan tersebut saat ini tengah dalam proses komitmen dari perbankan diantaranya BRI, Bank Mandiri, BNI, BCA, CIMB Niaga dan Sarana Multi Infrastruktur. Untuk pembayarannya, KAI diberi waktu sepanjang 17 tahun pembayaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News