Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan tahunan Boom and Bust yang dikeluarkan oleh Global Energy Monitor mengungkapkan, tren penurunan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara terus berlanjut. Data terakhir yaitu tahun 2021 menunjukkan, kapasitas PLTU batubara terus turun dari 535 gigawatt (GW) menjadi 457 GW atau turun 13%.
Pada Januari 2021 sekitar 41 negara tercatat masih memiliki rencana untuk membangun PLTU batubara baru. Namun, angka tersebut telah menurun menjadi 34 negara saat ini. China, Korea Selatan, dan Jepang telah berjanji untuk menghentikan pembiayaan PLTU baru di luar negeri.
Namun, China masih berada di urutan teratas dalam pembangunan PLTU batubara baru secara domestik, dengan kapasitas batubara melebihi angka global.
Pada tahun 2021, PLTU batubara yang beroperasi meningkat menjadi 18,2 GW karena tren pemensiunan PLTU batubara melambat. Kapasitas PLTU batubara dalam fase pra-konstruksi (pre-construction) tetap berada di angka 280 GW secara global, setara dengan jumlah yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang.
Baca Juga: Teknologi CCUS Dinilai Sulit Diterapkan pada Sektor Ketenagalistrikan Indonesia
Di sisi lain, temuan laporan ini juga menunjukkan untuk Indonesia, pada 2021, kapasitas PLTU batubara yang beroperasi naik 9% dari 36,6 GW menjadi 40,1 GW, dan sudah meningkat 54% dari 26,1 GW pada 2015.
Berdasarkan informasi yang tersedia, beberapa unit baru tampaknya sudah mulai beroperasi di tujuh pembangkit listrik batubara, termasuk pembangkit listrik sangat besar yang khusus menyediakan listrik untuk Kawasan Industri Weda Bay, Kawasan Industri Konawe (Delong Nickel Tahap II), lokasi Delong Nickel Tahap III, dan Kawasan Industri Nanshan.
Saat ini Indonesia memiliki 15,4 GW kapasitas PLTU batubara dalam tahap konstruksi, jumlah yang melampaui semua negara lain, kecuali Tiongkok dan India.
Laporan itu juga mengungkapkan, Indonesia memiliki 10,8 GW PLTU batubara dalam tahap pra-konstruksi dan 11,2 GW rencana yang sudah ditangguhkan. Namun, baru enam unit dalam tahap pra-konstruksi, dengan total kapasitas sebesar 2 GW dan telah menerima izin untuk memulai konstruksi.
"Pasca komitmen iklim terbaru dari China, Korea Selatan, dan Jepang kapasitas PLTU Batubara dalam pembangunan secara global relatif menurun. Angka ini tentu akan meningkat ketika China, Korea Selatan, Jepang, sebagai pendukung utama proyek PLTU di Indonesia, menarik diri dari proyek-proyek yang masih direncanakan untuk memenuhi target komitmen iklim mereka," kata Peneliti Trend Asia Andri Prasetiyo dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Rabu (27/4).
Sementara itu, laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bulan ini memastikan bahwa penurunan batu bara secara radikal harus terjadi pada dekade ini.
Laporan IPCC tersebut menunjukkan bahwa dunia sudah tidak memiliki anggaran karbon (carbon budget) untuk pembangunan PLTU batubara baru dan penggunaan batubara harus turun 75% pada tahun 2030 (dari level 2019) agar dapat menahan kenaikan suhu global di bawah 1.5 derajat Celcius sesuai dengan Perjanjian Paris.
“Rencana pembangunan PLTU batubara harus berhenti sekarang,” kata Flora Champenois dari Global Energy Monitor.
Flora melanjutkan, arahan dari laporan IPCC terbaru untuk memperjuangkan iklim sudah jelas yakni menghentikan pembangunan PLTU baru serta segera memensiunkan PLTU yang masih beroperasi khususnya di negara maju pada 2030 dan negara lain menyusul setelahnya.
Lead Analyst dari Centre for Research on Energy and Clean Air Lauri Myllyvirta menjelaskan, banyak negara berkembang sudah memangkas rencana pembangunan PLTU baru.
Baca Juga: Pemanfaatan EBT Semakin Didorong untuk Target Karbon Normal
Sejumlah negara yang penurunannya cukup besar yakni India, Vietnam, Bangladesh dan Mesir.
"Negara maju telah mengumumkan rencana baru untuk penghentian batu bara dan pemensiunan PLTU. Sekarang, negara dengan target nol emisi yang belum memiliki target penghentian batu bara harus lebih serius," terang Lauri.
Dia melanjutkan, di China, pemerintah tetap mengumumkan pembangunan PLTU baru padahal ada ambisi untuk peningkatan energi bersih di 2025.
Untuk itu, menurutnya, upaya mendorong energi bersih harus dilakukan bersamaan dengan penurunan pengoperasian PLTU.
"Jika rencana PLTU batubara baru tidak dikontrol, maka overcapacity dapat menghambat dan mempersulit transisi energi di China," jelas Lauri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News