Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Penerapan pajak non final memang akan menguntungkan perusahaan yang mengalami kerugian karena yang dipungut pajak hanya perusahaan yang untung. Sedangkan jika menggunakan PPh final, baik untung maupun rugi, semua perusahaan dikenakan pajak.
PP Properti lebih memilih penarikan pajak berdasarkan basis pajak final dimana setiap penjualan akan dikenakan PPh 2,5% karena administrasinya lebih sederhana.
Olivia Surodjo, Direktur Keuangan PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) juga menilai dengan pajak final yang berlaku saat ini justru akan lebih memudahkan petugas pajak.
Sementara dampaknya bagi pengembang akan tergantung pada rate pajak yang akan dikenakan. "Kalau dengan tax rate yang sekarang malah negatif ke kita kalau diubah ke non final." ujarnya.
Sementara Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) mengatakan akan mengikuti setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Menurutnya kebijakan yang akan diputuskan pasti sudah melalui kajian mendalam.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan akan melakukan revisi Undang-Undang PPh yakni mengubah tarif pajak penghasilan (PPh) dan mengubah basis penghitungan pajak. Pertama, diusulkan adanya penurunan tarif PPh Badan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu melihat, PPh badan bisa turun sebesar 2% atau kurang.
Kedua, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengusulan penghapusan penghitungan PPh final untuk beberapa sektor industri di antara konstruksi dan properti. Pajak mengusulkan hitungan pajak berbasis pembukuan, tak lagi pajak final seperti yang berlaku saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News