kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45896,91   1,36   0.15%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata pengembang soal revisi UU PPh


Rabu, 26 April 2017 / 23:52 WIB
Kata pengembang soal revisi UU PPh


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah berencana mengubah basis perhitungan pajak untuk beberapa sektor salah satunya properti. Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak mengusulkan perhitungan pajak penghasilan (PPh) properti dari saat ini berdasarkan pajak final diubah menjadi berbasis pembukuan.

Sejumlah pengembang menilai rencana perubahan penarikan PPh dari final ke non final akan merepotkan karena pasti akan membutuhkan waktu saat petugas pajak melakukan pemeriksaan pembukuan mereka. Mereka memandang penetapan PPh final yang ada saat ini sudah tepat dan tidak perlu diubah.

Bahkan pengembang melihat perubahan ini justru akan memberatkan petugas pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap pembukuan perusahaan properti. Harun Hajadi, Direktur Ciputra Group memandang perubahan ini malah akan membuka ruang bagi petugas pajak dan wajib pajak melakukan kecurangan dan pada ujung target penerimaan pajak malah tidak akan tercapai.

"Tidak final mungkin tujuan mereka agar yang rugi tidak bayar pajak. Tapi itu justru akan merepotkan kantor pajak karena setiap wajib pajak harus diperiksa betul pembukuannya satu-satu. Dulu ide pajak final ini untuk memudahkan kantor pajak agar mendorong penerimaan pajak." jelas Harun.

Sementara dampaknya pada pengembang hanya soal waktu. Perusahaan properti akan membutuhkan waktu banyak melayani petugas pajak saat dilakukan pemeriksaan terhadap pembukuan mereka. "Kalau diubah pun sebetulnya kita tidak dirugikan secara materi. Hanya saja pengembang akan repot melayani petugas pajak ini," kata Harun.

Senada, Indaryanto, Direktur Keuangan mengatakan perubahan penetapan PPh dari final ke non final tersebut akan merugikan pengembang dari sisi waktu.

"Dengan non final ini otomatis pembukuan kita diperiksa petugas pajak setiap akhir periode. Pada masa pemeriksaan itu dia akan memeriksa detail efek penjualannya benar atau tidak, labanya benar, mana yang masuk pendapatan mana yang tidak. Jadi kita harus meluangkan waktu lagi meladeni orang pajaknya padahal laporan keuangan kita sudah diperiksa oleh akuntan publik," terang Indar.

Penerapan pajak non final memang akan menguntungkan perusahaan yang mengalami kerugian karena yang dipungut pajak hanya perusahaan yang untung. Sedangkan jika menggunakan PPh final, baik untung maupun rugi, semua perusahaan dikenakan pajak.

PP Properti lebih memilih penarikan pajak berdasarkan basis pajak final dimana setiap penjualan akan dikenakan PPh 2,5% karena administrasinya lebih sederhana.

Olivia Surodjo, Direktur Keuangan PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) juga menilai dengan pajak final yang berlaku saat ini justru akan lebih memudahkan petugas pajak.

Sementara dampaknya bagi pengembang akan tergantung pada rate pajak yang akan dikenakan. "Kalau dengan tax rate yang sekarang malah negatif ke kita kalau diubah ke non final." ujarnya.

Sementara Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) mengatakan akan mengikuti setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Menurutnya kebijakan yang akan diputuskan pasti sudah melalui kajian mendalam.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan akan melakukan revisi Undang-Undang PPh yakni mengubah tarif pajak penghasilan (PPh) dan mengubah basis penghitungan pajak. Pertama, diusulkan adanya penurunan tarif PPh Badan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu melihat, PPh badan bisa turun sebesar 2% atau kurang.

Kedua, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengusulan penghapusan penghitungan PPh final untuk beberapa sektor industri di antara konstruksi dan properti. Pajak mengusulkan hitungan pajak berbasis pembukuan, tak lagi pajak final seperti yang berlaku saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×