kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Kawasan Batam kalah pamor ketimbang Johor


Selasa, 29 November 2016 / 06:46 WIB
Kawasan Batam kalah pamor ketimbang Johor


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pengusaha tetap tak puas dengan ancar-ancar kenaikan tarif sewa lahan di Batam, Kepulauan Riau oleh pemerintah, dengan besaran di bawah 200%. Menurut mereka, kenaikan tarif sewa akan membikin Batam semakin tak kompetitif dibandingkan pesaing terdekat kawasan ini, yakni Johor, Malaysia.

Djaja Roesli, Ketua Real Estat Indonesia (REI) Batam, mengatakan, untuk kawasan perdagangan bebas alias free trade di Asia Tenggara, Batam termasuk lokasi bisnis dengan biaya yang tinggi. Tambahan lagi, regulasi bisnis di daerah yang berada di Kepulauan Riau tersebut, juga rumit.

Disandingkan dengan Johor, pengusaha yang berinvestasi di Johor mendapatkan insentif dari Pemerintah Malaysia. Lantas, infrastruktur di sana juga lebih mumpuni. "Infrastruktur di Batam kurang kompetitif ketimbang Johor, sehingga bila investor mau masuk, akan mengeluarkan biaya lebih karena masalah infrastruktur yang kurang," terang Djaja kepada KONTAN, Senin (28/11).

Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kepulauan Riau mengatakan, sejatinya biaya tenaga kerja di Johor lebih mahal ketimbang Batam. Namun, kepastian hukum di sana membikin investor lebih nyaman membenamkan investasi.

Bukan pepesen kosong, Apindo Kepulauan Riau mencatat, separuh investor di Batam yang menghentikan bisnis, memilih Johor sebagai lokasi berinvestasi. "Kami ketahui, dari jumlah keseluruhan yang menutup investasinya di Batam, 50%-nya melarikan investasi tersebut ke Johor," ungkap Cahya.

Hatanto Reksodiputro, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, menampik, tudingan birokrasi di Batam rumit. Sebaliknya, saat ini berinvestasi di sana menjadi lebih mudah karena pengusaha tinggal mengakses perizinan melalui website.

"Birokrasi dipotong dan langsung ke Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP), semua itu agar Batam lebih kompetitif," ujar Hatanto.

Mengacu pada inflasi

Mengenai persentase kenaikan tarif sewa lahan, sejauh ini belum ada keputusan final dari BP Batam. Mereka masih menunggu putusan dari tim teknis dewan kawasan. Sementara pengusaha kompak menolak ancar-ancar pemerintah yang dinilai masih terlampau tinggi.

Real Estate Indonesia (REI) Batam menghitung, kenaikan tarif yang ideal adalah 100%. Persentase kenaikan tersebut berasal dari akumulasi inflasi selama tak adanya kenaikan tarif dalam sepuluh tahun terakhir.

Catatan lain, REI Batam berharap, penerapan kenaikan tarif juga tak dipatok sama rata untuk semua kategori. "Untuk wilayah rumah sederhana, kenaikannya sebaiknya sesuai kenaikan harga jual, yakni 30%," harap Djaja.

Kalau Apindo lebih menyoroti cara kenaikannya. Sumbang saran mereka, kenaikan tarif sewa lahan di Batam sebaiknya bertahap. Sembari menaikkan bertahap itu, pemerintah juga mesti melakukan pembenahan sistem birokrasi di Batam.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar menekankan, pentingnya transparansi dalam menetapkan kenaikan tarif. Dus, penetapan tarif harus berangkat dari diskusi bersama antara regulator di Batam dan pengusaha.

"BP Batam juga harus melihat kondisi sejenis di negara tetangga, kira-kira dengan kebijakan yang ada, kenaikan lahan itu bisa kompetitif atau tidak," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×