Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Prof Tikki Pangestu menjelaskan, produk tembakau alternatif di Indonesia diperlakukan tidak tepat karena pengaturan cukainya relatif lebih tinggi dari rokok.
Saat ini produk tembakau alternatif dikenakan tarif cukai tertinggi sesuai dengan Undang-Undang (UU) Cukai yaitu sebesar 57%. Ia mengatakan bahwa ketetapan cukai sebaiknya proporsional dengan risiko produk.
“Mengingat adanya pengurangan risiko sebesar 95% pada produk tembakau alternatif, seharusnya produk ini diatur sedemikian rupa agar mudah diakses oleh perokok dewasa yang sebagian besar berasal dari kelompok berpenghasilan rendah. Harga tentunya memiliki peranan yang sangat penting,” ujar Tikki dalam keterangannya, Jumat (13/12).
Baca Juga: Sapi Perahan Baru Setoran Cukai
Ketentuan harga jual produk tembakau alternatif diatur dalam peraturan tarif cukai hasil tembakau yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam aturan tersebut produk tembakau alternatif digolongkan dalam Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).
Jenis-jenis HPTL yang beredar di pasaran antara lain, rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product), snus, nikotin tempel, dan lainnya.
Beberapa negara memanfaatkan HPTL sebagai salah satu solusi bagi perlindungan kesehatan. Hal ini dipicu oleh profil risiko produk ini yang lebih rendah dibandingkan rokok.
Sebagai contoh, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) telah melakukan kajian selama dua tahun terhadap produk tembakau yang dipanaskan yang termasuk dalam kategori HPTL. Hasilnya, produk ini diizinkan untuk dipasarkan karena sejalan dengan upaya perlindungan kesehatan publik.
Baca Juga: Pelarangan Vape Bisa Hambat Pertumbuhan Industri
Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment/BfR) juga pernah mengkaji produk yang sama. Hasil kajian tersebut menunjukan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-90 persen dibandingkan rokok.
“Otoritas kesehatan di beberapa negara seperti Inggris dan Selandia Baru bahkan berperan aktif dalam mendukung dan mempromomosikan penggunaan produk tembakau alternatif untuk membantu mengurangi prevalensi merokok di negara mereka,” ujar Prof Tikki.