Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
“Bayangkan berapa banyak TBS petani yang tidak terbeli pabrik kelapa sawit (PKS) akibat kebijakan DMO dan DPO. Banyak PKS tidak mau membeli TBS petani dengan alasan, penuhnya tangki timbun karena tidak adanya ekspor. Tentu ini sangat merugikan petani,” kata Sadino.
Selain itu, tambah Sadino, gonta-ganti kebijakan terkait DMO dan DPO tentu tidak menguntungkan bagi dunia usaha yang membutuhkan kepastian dalam berusaha.
Baca Juga: 5 Terdakwa Kasus Izin Ekspor CPO Didakwa Rugikan Negara Rp 18,35 Triliun
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha mengatakan, dampak dari diberlakukannya DMO dan DPO adalah turunnya ekspor produk sawit secara signifikan dan petani sawit mengalami kesulitan menjual tandan buah segar (TBS). Kebijakan ini berisiko karena pemerintah tak memiliki kajian yang lengkap.
Ketua Tim Peneliti LPEM UI ini menambahkan, pemerintah, sebenarnya dapat menggunakan instrumen lain berupa pungutan ekspor (PE)dan bea keluar (BK) untuk mengendalikan volume ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Dalam penelitian LPEM UI 2022, Eugenia mengungkapkan penghentian ekspor 28 April – 22 Mei 2022 telah menurunkan Product Domestic Bruto (PDB) pada kuartal II 2022 sebesar 3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News