Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Rencana pemerintah membuka ekspor konsentrat diprediksi merusak harga logam tembaga di pasar internasional. Untuk itu, pengusaha pengolahan dan pemurnian (smelter) logam tembaga murni atawa copper cathoda meminta pemerintah berpikir ulang soal ekspor konsentrat setelah 12 Januari nanti.
Natsir Mansur, Ketua Umum Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) mengatakan, sekarang ini eksportir terbesar tembaga masih dikuasai PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara dengan total ekspor sekitar 2 juta ton per tahun.
Kenyataannya, "ada puluhan izin usaha pertambangan (IUP) ataupun izin pertambangan rakyat (IPR) di Sulawesi, mereka bisa memproduksi konsentrat seperti produksi Freeport dan Newmont," kata dia, saat ditemui wartawan usai mengikuti rapat bersama Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Selasa (7/1).
Menurut Natsir, jika konsentrat boleh dilakukan, maka akan membuat IUP maupun IPR berlomba-lomba memproduksi sekaligus mengekspor produk mineral yang belum diproses di smelter. Apalagi, proses pengolahan bijih mineral menjadi konsentrat bisa dilakukan dengan teknologi sederhana dengan proses ala kadarnya.
Sejauh ini, ekspor konsentrat tembaga dari IUP masih terbilang kecil, sekitar 8.000 ton per tahun. Namun, jika kebijakan kebolehan ekspor konsentrat dibuka, maka ekspor dari IUP bisa naik sebagaimana yang dilakukan oleh Freeport dan Newmont.
"Kalau jumlah pasokan berlebih, harga jual pasti akan jatuh. Hal ini pun akan merugikan Freeport dan Newmont, maupun pemerintah Indonesia dari sektor pendapatan pajaknya," ujar dia.
Natsir mengusulkan, seharusnya rencana penurunan kadar tembaga, pemerintah tetap melarang ekspor konsentrat. Namun, untuk produk turunan tembaga yang bisa diekspor, pemerintah bisa menambahkan satu produk turunan berupa copper matte dengan kadar 70%, selain copper cathoda kadar 99,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News