Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kebijakan pemerintah mewajibkan para pengusaha sawit untuk membayar dana Crude Palm Oil (CPO) dalam waktu dekat akan memberikan dampak yang memberatkan bagi petani. Pasalnya, dengan adanya pungutan sebesar US$ 50 per ton untuk Crude Palm Oil (CPO) dan US$ 30 per ton untuk produk turunan, eksportir akan membebankannya ke pihak yang lebih hulu.
Sekedar mencontohkan, saat ini harga CPO internasional berada dikisaran Rp 7.300 per kilogram (kg). Dengan adanya pungutan tersebut, maka setiap 1 kg cpo yang dipasarkan akan dipangkas sekitar Rp 650 per kg.
Untuk jangka pendek, beberapa pihak akan merasa terbebani. Oleh karena itu perlu adanya sikap legowo dari beberapa pemangku kepentingan terkait dengan implementasi dari beleid ini. Bila kebijakan ini berhasil tidak menutup kemungkinan, harga CPO akan kembali terkerek lagi. "Prediksi saya sekitar 2-3 bulan lagi," kata Derom, Senin (6/4).
Dana yang terkumpul dari pungutan ini juga harus jelas. Masalahnya sampai sekarang kita belum dapat mengetahui bagaimana mekanisme pembagian dana hasil pengutan tersebut bagi pengembangan industri sawit rakyat.
Ada beberapa cara sebenarnya yang dapat dilakukan oleh lembaga yang akan menangani ini. Pertama, dana tersebut diberikan langsung ke pada koperasi petani sawit. Kedua, lewat Dinas Perkebunan yang mendata petani sawit yang mendapat bantuan.
Menurut Derom, sebenarnya pungutan sebesar US$ 50 per ton yang ditetapkan tersebut terlau tinggi. Kami menghitung sebenarnya masih dapat ditekan lagi, paling tidak menjadi sekitar US$ 40 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News