Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
Gakoptindo pun tidak menutup kemungkinan impor kedelai oleh Indonesia akan terus meningkat pada 2025. Terlebih lagi jika program makan bergizi gratis mulai bergulir. Tempe dan tahu pun berpotensi jadi menu dalam program tersebut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kebutuhan kedelai.
Di sisi lain, Gakoptindo menilai jalan Indonesia untuk mencapai swasembada kedelai masih cukup jauh.
Salah satu tantangan terbesarnya adalah para petani cenderung kurang menyukai menanam kedelai lantaran potensi keuntungannya tidak sebesar menanam padi. Padahal, masa produksi kedelai dan padi dari penanaman hingga panen relatif sama yakni sekitar tiga bulan.
Baca Juga: Gapmmi: Pelemahan Rupiah Berdampak Pada Kenaikan Produksi Sebesar 3%
"Kalau menanam kedelai satu hektare, petani bisa panen sekitar dua ton. Tapi kalau tanam padi satu hektare, mereka bisa panen hingga enam ton, sehingga lebih produktif dan potensi untungnya lebih besar," ungkap Aip.
Tak heran, sentra produksi kedelai di Indonesia cenderung terbatas yakni di wilayah Kalimantan Tengah dan Papua. Kondisi ini agak disayangkan Gakoptindo yang mengklaim kedelai lokal sebenarnya punya kualitas dan cita rasa yang lebih baik dari kedelai impor.
Selanjutnya: Kinerja Industri Tumbuh Positif, Bank Digital Diprediksi Miliki Prospek Cerah
Menarik Dibaca: Peringati Hari Disabilitas Internasional, MNI Luncurkan Kampanye Pekan Inklusivitas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News