Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Belum juga pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU Tanjung Jati A selesai, PT Bakrie Power menaikkan perkiraan kebutuhan investasi untuk membangun pembangkit berkapasitas 2 x 660 MW tersebut.
Presiden Direktur Bakrie Power Ali Herman Ibrahim menjelaskan, kebutuhan investasi pembangkit tersebut melonjak US$ 800 juta dari perkiraan sebelumnya sebesar US$ 1,2 miliar menjadi US$ 2 miliar.
"Persoalannya harga EPC yang kita dapat dan hitung sampai dengan Februari 2009 cukup tinggi. Sehingga total EPC cost untuk 2 x 660 MW menjadi US$ 2 miliar," ujar Ali, Rabu (29/4).
Melonjaknya kebutuhan investasi tersebut membuat Bakrie Power terpaksa menghitung ulang porsi pendanaan untuk mengerjakan proyek tersebut. Bakrie Power menargetkan sekitar 70% dari kebutuhan investasi itu akan diperoleh dari pinjaman perbankan baik BUMN maupun luar negeri. Sementara 30% sisanya dari kas internal perusahaan.
"Tapi sampai saat ini belum pasti. Meskipun indikasi yang bersedia memberi pinjaman untuk kita sudah banyak. Kepastian baru akan diperoleh setelah Power Purchase Agreement (PPA) atau perjanjian jual beli listrik dengan PLN di tandatangani. Sampai saat ini pembahasan PPA belum selesai," kata Ali.
Kesulitan untuk mencapai kesepakatan harga beli listrik dengan PLN menurut Ali karena PLN tidak menyetujui harga listrik yang diinginkan Bakrie Power yang berada di kisaran US$ 6 sen sampai US$ 7 sen per kWh.
"Sekarang kita negosiasi lagi harga yang tepat itu berapa sih. Kalau PPA bisa disepakati 2010, mudah-mudahan target operasi pada 2014 bisa kita penuhi," ujar Ali.
Menurut Ali, hampir seluruh proyek pembangunan pembangkit listrik swasta terkendala kesepakatan PPA dengan PLN. Harga yang diinginkan PLN tidak menutupi Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik oleh perusahaan swasta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News