kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kejelasan pasokan listrik dan uap Blok Rokan dinilai perlu segera dipastikan


Minggu, 23 Mei 2021 / 18:51 WIB
Kejelasan pasokan listrik dan uap Blok Rokan dinilai perlu segera dipastikan
ILUSTRASI. Blok Rokan


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Chevron Standard Ltd (CSL), perusahaan terafiliasi dengan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), diminta segera menyelesaikan negosiasi dengan PLN mengenai masalah pasokan listrik di Blok Rokan, Riau yang akan mulai dialihkan pengelolaannya dari PT CPI kepada PT Pertamina Hulu Rokan pada Agustus 2021. 

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai bahwa kelanjutan pengelolaan PLTGU North Duri Cogeneration (NDC) seharusnya segera diselesaikan untuk menjamin kelanjutan pengelolaan Blok Rokan. 

“Jika Pemerintah mendorong adanya sinergi BUMN antara Pertamina dan PLN itu bagus. Namun yang lebih penting dari itu semua adalah kepastian keberlanjutan pasokan listrik untuk Blok Rokan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Minggu (23/5).

Sedikit informasi, PLTGU NDC dimiliki oleh PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN). MCTN sendiri merupakan perusahaan yang sebanyak 95% sahamnya dikuasai CSL, sedangkan sisanya oleh perusahaan lokal.

Belum lama ini, CSL tengah melelang pengelolaan PLTGU NDC. Beberapa peserta dikabarkan menarik diri karena harganya yang dinilai kemahalan. Asal tahu, rumornya, harga PLTGU berkapasitas 300 megawatt (MW)  itu ditawarkan senilai US$ 300 juta.

Kejelasan pasokan listrik dari PLTGU NDC dipercaya akan mendorong produksi minyak dari Blok Rokan terjaga atau setidaknya tidak turun drastis. Catatan saja, berdasarkan data SKK Migas, hingga kuartal I 2021 produksi minyak dari Blok Rokan rata-rata 162.951 barel per hari  (bph), turun dari realisasi kuartal I 2020 yang tercatat 174.424 bph. 

Komaidi menyadari, pasokan listrik untuk Blok Rokan yang telah berjalan selama ini  tentu menggunakan basis dan kesepakatan antara para pihak. Oleh karenanya, ia menilai bahwa perlu disampaikan kepada publik bagaimana kesepakatan tersebut hak dan kewajiban para pihak setelah kontrak pengusahaan Blok Rokan beralih dari pengelola lama kepada pengelola yang baru.

“Para pihak tentu harus mengacu pada ketentuan dan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya,” tutur Komaidi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Faby Tumiwa menduga,  Chevron tidak mau menjual PLTGU NDC dengan harga murah lantaran menyadari nilai strategis dari aset tersebut. Hal inilah yang menurut dugaan Faby mendorong Chevron untuk mencoba mendapatkan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya ataupun  tawaran atau konsesi lain melalui lelang. 

“Apapun motif sebenarnya hanya pihak Chevron yang tahu. Yang jelas produksi Rokan tidak boleh turun dan tidak boleh berhenti beroperasi untuk menjamin kontinuitas produksi. Kalau berhenti beroperasi, waktu dan biaya untuk meningkatkan produksi cukup besar dan lama. Bagi Pertamina, risiko ini yang harus dihindari,” kata Faby.

Wakil Kepala SKK Migas, Fataryani Abdurahman mengatakan,  SKK Migas telah mengirimkan surat kepada CPI perihal ke pembangkit di Rokan. 

“Pembangkit tersebut dibangun di tanah milik negara dulu perjanjiannya oleh pihak ketiga,” ujarnya.

Di lain pihak, Pertamina dan PLN diketahui sudah melakukan komunikasi penyediaan tenaga listrik dan uap di Blok Rokan pada Maret 2020. Komunikasi tersebut berbuah penandatanganan Perjanjian Jual Beli Listrik dan Uap (PJBTLU) antar keduanya pada 1 Februari 2021 lalu. Perjanjian ini mulai efektif Agustus 2021, bersamaan dengan berakhirnya pengelolaan Blok Rokan oleh CPI. 

Dalam rencana PLN, kebutuhan listrik dan steam untuk Blok Rokan dibagi dalam dua tahap, yaitu masa transisi (2021-2024) dan masa permanen (2024-seterusnya). Pada masa transisi, PLN akan memanfaatkan supply eksisting dengan skema akuisisi PLTG NDC dengan biaya yang paling efisien. 

Hal ini dilakukan karena koneksi sistem kelistrikan Blok Rokan ke system PLN hanya membutuhkan waktu pembangunan selama tiga tahun. Sementara itu, pada masa permanen, listrik secara total dipasok dari Sistem Sumatera dan steam akan dipasok dengan pembangunan Steam Generator yang lebih andal. 

“Dalam masa transisi tiga tahun, PLN mengelola PLTG Cogen Ex MCTN di North Duri sebesar 270 MW dan steam 350 MCWED serta listrik di Minas, Central Duri milik CPI sebesar 130 MW dan steam 50 MBWCED. Skema masa permanen setelah masa transisi, 400 MW dari Sistem Sumatera dikonversi 5 x 100 MW dengan  steam generator 400 MBCWED,” ungkap Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril dalam diskusi Energy and Mining Editor Society, 8 April 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×