Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertamina Geothermal Energy (PGE) menilai penghematan devisa per tahun bisa mencapai US$ 580 juta per tahun dari total kapasitas pembangkit 672 MW yang dikelola.
Manager Government & Public Relation Pertamina Geothermal Energy, Sentot Yulianugroho mengungkapkan dengan kapasitas nasional pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt, berarti setara dengan 100,778 Barrel Oil Equivalent Per Day (BOEPD) yang jika digenapkan satu tahun menjadi 36,78 juta Barrel Oil Equivalent.
Jika diasumsikan harga satu barel minyak US$ 50, devisa yang bisa dihemat selama setahun dari keberadaan PLTP sebesar US$ 1,84 miliar. "Dengan perhitungan yang sama, PGE dengan 672 MW nya memberikan kontribusi penghematan devisa US$ 580 juta per tahun," ujar Sentot dikutip dari keterangan resmi, Rabu (4/8).
Menurut Sentot, keberadaan geothermal juga berkontribusi terhadap pajak dan PNBP (pendapatan negara bukan pajak). PGE berkontribusi memberikan 34% dari pendapatan bersihnya (Nett Operating Income) setiap tahun kepada negara. Pemasukan untuk di antaranya, PPh karyawan, bea masuk dan pungutan lain atas cukai dan impor, serta pajak daerah dan retribusi daerah.
Untuk PNBP, diperoleh dari all inclusive yang dipatok 34%, dan khusus untuk daerah penghasil, PGE dan pengembang panas bumi yang sudah berproduksi juga membagikan bonus produksi sebesar 1(satu) persen dari penjualan uap atau 0,5% penjualan listrik, yang disetor langsung ke kas daerah.
Baca Juga: Kembangkan panas bumi, Pertamina Geothermal anggarkan investasi US$ 58,62 juta
Sentot melanjutkan, untuk optimasi sumber daya domestik, keberadaan PGE dari sisi ekonomi makro telah berkontribusi terhadap penghematan devisa. Sejak tahun 1997, Indonesia harus mengimpor minyak karena produksi dalam negeri tak sanggup memenuhi konsumsi yang terus meningkat. "Beroperasinya PLTP secara tidak langsung berkontribusi terhadap penghematan cadangan devisa migas," jelas Sentot.
Kehadiran PLTP pun dinilai juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal lewat partisipasinya dalam pembangunan daerah. Kontribusi paling utama adalah pembangunan infrastruktur. Dengan lokasi yang selalu berada di remote area, perusahaan harus membangun infrastruktur jalan untuk memperlancar transportasi logistik. Jalan yang tadinya hanya berupa tanah, bahkan hanya jalan setapak, diperlebar dan diaspal. Bahkan jika tanahnya labil, dilakukan pembetonan.
Selain kontribusi pada penghematan devisa, kehadiran PLTP juga dinilai turut berdampak positif pada pengurangan gas CO2. Berdasarkan perhitungan versi Carbon Neutral Calculator, pengurangan gas rumah kaca bahkan telah mencapai 14,91 juta ton CO2 per tahun.
Jumlah itu didapatkan berdasarkan kapasitas PLTP di Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt. "PGE yang sudah mengoperasikan pembangkit listrik geothermal sejak hampir lima dekade lalu sudah turut mengurangi berjuta-juta ton gas CO2," kata Sentot.
Saat ini saja, dengan kapasitas 672 MW, PGE sebagai bagian dari Sub Holding Pertamina PNRE telah berpartisipasi mengurangi 3,6 juta ton CO2 per tahun. Menurut Sentot, partisipasi pengurangan CO2, sebagaimana khazanah penyelamatan lingkungan global.
Hingga saat ini, PGE setidaknya mengelola tujuh proyek dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM), enam di antaranya terdaftar di UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change).
Sentot mengakui, Indonesia masih relatif muda dalam pengembangan geothermal dibandingkan negara seperti Amerika, Italia, Selandia Baru, Jepang, Islandia. Namun, pengembangan sumber energi yang ramah lingkungan itu masih sangat terbuka lebar.
PGE pun berkomitmen meningkatkan inovasi bisnis yang bermanfaat tidak hanya untuk kinerja perusahaan, tapi juga keberlangsungan lingkungan untuk masa depan. “Upaya ini menjadi misi PGE untuk menjadikan panas bumi sebagai beyond energy,” pungkas Sentot.
Selanjutnya: Bisa Jadi Backbond Kelistrikan, Bisnis Pembangkit Geothermal Kian Panas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News