Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Perang mata uang yang belakangan gencar dilakukan oleh sejumlah negara merupakan salah satu ancaman ekspor Indonesia. Hal ini dinyatakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perdagangan (Kemdag) meelalui laporan yang dirilisnya, Kamis (25/11).
Beberapa negara maju sedang berupaya untuk menurunkan nilai tukarnya untuk mencapai keuntungan perdagangan yang lebih tinggi. Amerika Serikat (AS) misalnya, telah menuduh China melakukan intervensi untuk tetap menjaga nilai tukar Yuan pada level yang rendah yang oleh Amerika di klaim sebagai penyebab terjadinya defisit perdagangannya.
Jepang yang nilai yen-nya terus menguat terhadap dollar Amerika juga telah melakukan intervensi pasar dengan menjual 2 triliun Yen untuk menurunkan nilai tukarnya. Sementara jika nilai tukar melemah maka harga barang ekspornya menjadi lebih murah sehingga permintaan ekspor akan meningkat, dan pada saat yang sama harga-harga impor akan menjadi lebih tinggi sehingga mengakibatkan konsumsi impor akan berkurang.
Masalah ini sebelumnya pernah diingatkan oleh Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar. Menurutnya, perang mata uang akan mengakibatkan adanya tindakan balasan yang pada akhirnya tidak berkesudahan. Aksi balasan yang bisa dilakukan itu adalah bentuk penghalangan impor barang melalui kebijakan tarif yang bisa dinaikan.
Ujung-ujungnya, perang mata uang akan berdampak pada ekspor Indonesia. Jika perang mata uang terus berlanjut, Litbang Kemdag mengkhawatirkan adanya kontraksi perdagangan dunia dan juga resesi ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1930-an sehingga tidak menutup kemungkinan juga mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia yang sudah cenderung menguat.
Selain faktor perdagangan, ada kekhawatiran adanya krisis fiskal yang terjadi di beberapa negara Eropa. Dampak krisis fiskal Eropa itu dikhawatirkan merembet ke kawasan Asia Timur termasuk akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesa. Dalam laporan tinjauan perdagangan Kemendag tersebut, ancaman perdagangan dari faktor global itu mesti dicermati dan diwaspadai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News