Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menuturkan pihaknya sebagai regulator ingin menjaga konektivitas udara di tengah kenaikan harga avtur yang berakibat membengkaknya harga tiket pesawat.
Sebagaimana diketahui, melalui KM 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) Yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, berlaku mulai 4 Agustus 2022, pihaknya ingin menetapkan kebijakan agar maskapai memiliki pedoman menerapkan tarif penumpang.
"Dalam situasi harga avtur dunia mengalami kenaikan, perlu dilakukan langkah agar maskapai tetap dapat melayani dengan baik dengan menjaga aspek keselamatan dan kenyamanan. Sesuai ketentuan dalam KM Perhubungan No 142 Tahun 2022, maka fuel surcharge diberlakukan dengan catatan tidak mandatory atau opsional dan berlaku selama 3 bulan untuk dievaluasi kembali," jelas Adita Irawati, Juru Bicara Kemenhub saat dihubungi oleh Kontan, Senin (8/8).
Baca Juga: Pengamat Penerbangan Soroti Kebijakan Baru Kemenhub Soal Surcharge
Di sisi lain, pihaknya menilai keterjangkauan harga tiket juga perlu dijaga mengingat layanan mobilitas masyarakat sangat penting untuk dilakukan. Adita menambahkan, meskipun diperbolehkan menaikkan tarif dalam skema fuel surcharge, hal ini jangan sampai membuat masyarakat kesulitan melakukan mobilitas.
"Artinya maskapai juga diminta untuk melihat berbagai peluang untuk tetap dapat melayani dengan berbagai inovasi, tidak selalu semata dengan menaikkan harga tiket," sambungnya.
Ia berkata, salah satu contoh yakni dengan melakukan upaya peningkatan load factor atau jumlah penumpang per flight pada rute-rute yang masih memungkinkan. Dengan demikian, hal tersebut dinilai dapat menaikkan pendapatan secara agregat. Ia menambahkan, cara lainnya adalah dengan lebih efisien dalam operasional penerbangan.
Adita menegaskan, pihaknya juga terus mendorong operator bandara untuk juga melakukan penataan jam operasi bandara agar bisa meningkatkan utilitas armada.
Selain itu insentif dari regulator juga akan terus diupayakan guna memberi ruang lebih kepada operator penerbangan untuk memberikan harga tiket yang lebih terjangkau kepada para pengguna jasa transportasi udara. Semua adalah proses yang saling berkait.
"Masyarakat dan aktivitas ekonomi memerlukan layanan transportasi dan konektivitas yang baik dengan harga lebih terjangkau, sedangkan operator penerbangan juga membutuhkan pengguna jasa. Untuk itulah kami perlu menghimbau kepada operator penerbangan tersebut," urainya.
Baca Juga: Permintaan Kemenhub: Maskapai Penerbangan Sediakan Tiket yang Terjangkau
Sebagai informasi, Ditjen Perhubungan Udara selaku regulator juga akan melakukan evaluasi setelah 3 bulan penerapan besaran biaya tambahan (surcharge) oleh maskapai.
Besaran biaya tambahan (surcharge) untuk pesawat udara jenis jet, paling tinggi 15% (lima belas persen) dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai, sedangkan pesawat udara jenis propeller paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai.
Penerapan pengenaan biaya tambahan bersifat pilihan (optional) bagi maskapai atau tidak bersifat mandatory, dan Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Udara melakukan evaluasi penerapan biaya tambahan sekurang-kurangnya setiap 3 bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News