Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi memulai era baru tata kelola pupuk bersubsidi melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 6 Tahun 2025 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 15 Tahun 2025.
Reformasi kebijakan ini menandai perubahan signifikan dibandingkan sistem sebelumnya, yang kerap menuai keluhan petani terkait distribusi pupuk yang tidak tepat sasaran dan sering terlambat.
Perubahan paling mendasar adalah pergeseran dari prinsip lama 6 T menjadi 7 T, dengan tambahan dua prinsip baru: tepat pengadaan dan penyaluran, serta tepat penerima.
Baca Juga: Perpres No. 6 Tahun 2025 Dinilai Sederhanakan Tata Kelola Pupuk Subsidi
“Jika dulu hanya 6 T, kini menjadi 7 T untuk menjamin distribusi pupuk lebih akurat dan efisien,” ujar Direktur Pupuk Direktorat Jenderal PSP Kementerian Pertanian, Jekvy Hendr dalam keterangannya, Rabu (11/6).
Kebijakan baru ini juga memperluas skema distribusi. Jika sebelumnya penyaluran hanya dilakukan melalui Kios Pupuk Lengkap (KPL), kini penyalur dapat mencakup Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Kelompok Pembudi Daya Ikan (Pokdakan), hingga koperasi.
Penambahan aktor distribusi ini diharapkan mempercepat dan memperluas jangkauan distribusi ke petani dan pembudi daya ikan.
BUMN Pupuk Indonesia ditetapkan sebagai penanggung jawab penuh penyaluran pupuk bersubsidi hingga ke titik serah. “Seluruh tanggung jawab distribusi ada pada Pupuk Indonesia, termasuk menjamin ketersediaan stok sesuai alokasi,” tegas Jekvy.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Gelar Tebus Bersama di Lampung Tengah, Dorong Penebusan Pupuk Subsidi
Senior VP Strategi Penjualan PT Pupuk Indonesia, Deni Dwiguna Sulaeman, menyebut pihaknya telah menunjuk Pelaku Usaha Distribusi (PUD) dan menyiapkan stok di gudang distribusi serta gudang pengecer.
Penyaluran hingga 10 Juni 2025 tercatat mencapai 3,7 juta ton atau 36,29% dari alokasi kontrak, jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Pemerintah juga menyederhanakan regulasi dengan memangkas ratusan aturan yang sebelumnya menghambat penyaluran.
“Dari 145 regulasi, kami ringkas agar kebijakan pupuk bisa cepat diterima petani,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian, Widiastuti.
Baca Juga: Harga Pupuk Subsidi Mulai Rp 2.000-an, Ini Cara Beli Pupuk Subsidi Mulai Awal 2025
Sebagai bentuk pengawasan, Kemenko Pangan membentuk Pokja Pemantauan dan Evaluasi Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Pokja akan memantau seluruh aspek distribusi, termasuk akuntabilitas keuangan, yang kini juga berada dalam pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Karena pupuk bersubsidi ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan, maka prinsip 7 T menjadi fokus utama,” tutup Widiastuti.
Selanjutnya: Rupiah Ditutup Menguat pada Kamis (12/6), Begini Proyeksinya untuk Jumat (13/6)
Menarik Dibaca: UGM Gaet Industri untuk Hilirisasi Riset, Sasar Pasar Ekspor Herbal Kosmetika
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News