kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian ESDM: Penuhi target bauran EBT 23% di 2025 tak bisa hanya andalkan RUPTL


Jumat, 09 Oktober 2020 / 17:26 WIB
Kementerian ESDM: Penuhi target bauran EBT 23% di 2025 tak bisa hanya andalkan RUPTL
ILUSTRASI. ILUSTRASI: Akselerasi Energi Baru Terbarukan


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih minim. Padahal, Indonesia memiliki potensi EBT mencapai lebih dari 400 gigawatt (GW).

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah telah menetapkan target pemanfaatan EBT sebanyak 23% dalam bauran energi nasional di tahun 2025. Sayangnya, hingga tahun 2019 lalu realisasi EBT di Indonesia baru mencapai 9,15%.

Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya menjelaskan, total bauran EBT sebesar 9,15% ini terdiri dari pembangkit listrik sebanyak 75% sedangkan sisanya yaitu 25% berasal dari nonpembangkit listrik atau biofuel.

Saat ini, total pembangkit listrik EBT yang ada di Indonesia baru di kisaran kapasitas 10.400 megawatt (MW). Untuk memenuhi target bauran EBT di tahun 2025 nanti, total kapasitas pembangkit listrik EBT di Indonesia harus lebih dari 19.000 MW.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Perpres harga EBT sedang tahap harmonisasi

Hanya saja, tren kemampuan pembangunan pembangkit listrik EBT di Indonesia masih sangat kurang yakni hanya sekitar 500 MW per tahun. “Artinya hanya ada tambahan 2.500 MW sampai 2025. Itu jelas belum cukup,” kata Harris dalam jumpa pers virtual Lauching Indo EBTKE ConEx 2020, Jumat (9/10).

Dia menyebut, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebenarnya juga punya target penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT sebesar 5.500 MW di tahun 2024. Jika dilanjutkan ke tahun 2025, diproyeksikan tambahan pembangkit listrik EBT dari PLN mencapai kisaran 7.000 MW. Jumlah tersebut juga belum bisa memenuhi target bauran EBT sebanyak 23%.

“Tentu masih perlu tambahan. Untuk mencapai target 23%, kita tidak bisa hanya mengandalkan RUPTL saja,” ungkap Harris.

Menurutnya, peran pihak swasta sangat diperlukan dalam percepatan pengembangan EBT di Indonesia, baik dari sisi permintaan maupun suplai.

Salah satu caranya adalah pengembangan program Renewable Energy Based Industry (REBID) bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) skala besar. Program ini akan mengintegrasikan suplai dari PLTA hingga ke sisi penggunaan energi. Alhasil, ini akan mempercepat pemanfaatan PLTA skala besar untuk diserap di pasar industri besar. “Ini sedang kita terapkan di Kalimantan Utara di PLTA Kayan,” imbuh Harris.

Selain itu, pemerintah juga gencar melakukan peralihan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), khususnya di daerah-daerah terpencil, dengan pembangkit berbasis EBT yang sumbernya disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat.

Baca Juga: Kementerian ESDM minta pelaku industri swasta pasang PLTS atap

“PLTD yang diganti cukup banyak, lebih dari 2.000 MW. Kalau satu lelang pergantian PLTD bisa capai 200 MW, tentu akan lebih cepat selesai transisinya,” terang dia.

Yang tak kalah penting, pemerintah juga tengah menyiapkan regulasi baru berupa Peraturan Presiden (Perpres) tarif tenaga listrik pembangkit EBT untuk mempercepat implementasi energi hijau di Indonesia.

Saat ini, rancangan Perpres tersebut sedang dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM sebelum diserahkan ke Presiden Joko Widodo.

Selanjutnya: PLN tandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik dengan dua PLTMH

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×