Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Dihubungi terpisah, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan, hilirisasi batubara sejatinya sudah diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Minerba, beserta regulasi turunannya.
Namun, Irwandy menyebut bahwa hilirisasi, khususnya dalam bentuk gasifikasi menjadi sulit terealisasi bukan karena masalah teknologi. Melainkan terkendala keekonomian dari sisi proyek dan produk.
Sehingga, Irwandy menilai pemberian insentif untuk program ini sangat urgent. Antara lain melalui pengurangan royalti dan keringanan pajak.
"(Gasifikasi batubara belum terealiasi) Penyebabnya masalah keekonomian, karena secara teknis sudah berhasil. Namun memasuki skala ekonomi masih belum layak," kata Irwandy.
Baca Juga: Batubara masuk tren bullish, tersulut sentimen kesepakatan dagang
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan bahwa program gasifikasi batubara dalam bentuk DME memerlukan investasi yang tinggi. Menurut Hendra, investasinya bisa lebih dari US$ 3 miliar.
Hendra bilang, insentif yang diperlukan untuk mendorong implementasi program DME ialah dalam bentuk fiskal dan non-fiskal. Hendra merinci, ada empat insentif fiskal yang bisa diberlakukan.
Pertama, tarif khusus royalti batubara dengan pengurangan, atau bahkan hingga 0% untuk gasifikasi di mulut tambang. Kedua, tax holiday untuk Pajak Pertambangan Nilai (PPN) dalam proses gasifikasi batubara.
Ketiga, tax holiday untuk PPN di komponen Engineering Procurement Construction (EPC), dan terakhir, tax holiday untuk pajak penghasilan badan usaha selama umur proyek.
Sedangkan untuk non-fiskal, kata Hendra, insentif yang diperlukan ialah berupa kepastian masa berlaku Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mendukung umur proyek. Kedua, regulasi harga batubara yang khusus untuk hilirisasi mulut tambang selain untuk pembangkit listrik.
Baca Juga: Ini faktor pendorong harga batubara bullish dan proyeksinya