Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun Peraturan Menteri (Permen) mengenai insentif khusus bagi pengembangan Migas Non Konvensional (MNK) di Tanah Air.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan, disusunnya aturan khusus ini karena pendekatan MNK sangat berbeda dibandingkan migas konvensional. Pengembangan MNK harus dilakukan dengan cepat.
Tutuka menambahkan, pengembangan migas konvensional membutuhkan investasi besar yang digelontorkan di awal untuk survei seismik hingga beroperasi.
Baca Juga: Negosiasi Alihkelola Blok Masela Masih Alot, Ini Kata Menteri ESDM
Setelah ditemukan ada sumber hidrokarbon, migas konvensional akan ketahuan berapa potensinya. Produksi migas di awal akan besar dan lama-lama menurun karena lapangan semakin tua (mature).
Sedangkan migas non-konvensional, produksi migas dimulai dari sedikit hingga semakin tinggi karena untuk mengetahui sumber MNK harus dilakukan dengan pengeboran demi pengeboran terlebih dahulu.
Cara ini tentu memiliki rencana pengembangan atau plan of development (POD) yang berbeda dari biasanya.
“Pas ngebor dia baru akan tahu berapa potensi migas di situ, bukan sebelumnya sudah tahu. Misalnya di beberapa sumur yang dibor dapet segini, lalu pengeboran pindah ke tempat lain dapet segini, harus cepat perpindahannya,” jelasnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (19/5).
Maka itu, menurut Tutuka, untuk mendukung pengembangan MNK skema seperti cost recovery dirasa agak berat. Oleh karenanya, Kementerian ESDM sedang menyusun aturan khusus dengan menyederhanakan skema gross split.
Sedikit informasi, berdasarkan penjelasan Kementerian ESDM dalam laman resminya, dengan skema gross split, pemerintah tidak ikut campur terhadap proses pengadaan barang dan jasa kegiatan usaha hulu migas seperti yang dilakukan dengan mekanisme cost recovery selama ini.
KKKS dapat lebih fleksibel dalam melakukan efisiensi biaya produksi dan inovasi teknologi.
Tutuka menjelaskan, skema gross split seperti royalti pajak (tax royalti) sehingga tidak ada pengajuan layaknya cost recovery. Perhitungan bagi hasil pengelolaan diperhitungkan di muka. Dengan begitu, proses menjadi lebih cepat untuk pengembangan MNK.
“Dalam pengembangan MNK long lead item-nya banyak, jadi dikejar dengan simplified gross split. Penyusunan sedang berjalan mudah-mudahan bisa keluar Permen yang dari gross split kita ubah untuk mengakomodir kebutuhan semacam MNK ini,” jelasnya.
Baca Juga: SKK Migas Dorong Peningkatan Investasi Eksplorasi hingga Rp 45 Triliun
Tutuka mengakui, sudah sejak beberapa bulan lalu Kementerian ESDM telah melakukan diskusi dengan SKK Migas.
Berdasarkan kabar yang ada, SKK Migas juga telah melakukan diskusi dengan Kementerian Keuangan perihal perancangan insentif khusus pengembangan MNK.
“Tahun ini diselesaikan tidak sampai akhir tahun sudah bisa,” ungkap Tutuka.
Kabarnya saat ini Pertamina Hulu Energi melalui Pertamina Hulu Rokan (PHR) sudah siap melakukan pengeboran di 2 sumur MNK di wilayah Blok Rokan yakni di Sumur Gulamo dan Sumur Kelok.
Dirjen Migas melihat potensi hidrokarbon MNK di Rokan merupakan yang paling besar karena adanya Cekungan Sumatera Tengah (Central Sumatera Basin).
Di sana, selain potensi minyak yang signifikan, Total Organic Carbon (TOC) atau ukuran kekayaan organik yang menggambarkan jumlah bahan organik dalam batuan induk juga bagus. Tidak cuma itu, beberapa parameter geokimia juga dinilai baik.
Tutuka optimistis, melalui pengembangan dua sumur MNK di Rokan dan MNK lainnya, Kementerian ESDM menargetkan ada penambahan produksi migas hingga 70.000 Barrels of Oil Equivalents Per Day (BOEPD) di 2030.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News