Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
Harris menjelaskan, saat ini nilai keekonomian pembangkit EBT sangat tergantung pada jenis teknologi, jumlah kapasitas terpasang, dan lokasi pembangunannya.
Sebagai contoh, biaya pokok penyediaan (BPP) di kawasan Jawa, Madura, dan Bali kini sudah di bawah US$ 7 sen. Maka dari itu, pengembangan EBT berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar akan sangat kompetitif di wilayah tersebut.
“Khusus PLTS skala besar, harga listriknya dapat jauh lebih murah dibandingkan PLTU batubara Indonesia,” terang dia.
Baca Juga: Ini kata SKK Migas soal penyaluran kembali gas Lapangan Kepodang
Ia melanjutkan, wilayah atau daerah tertinggal, terdepan, dan terluar Indonesia masih kerap memanfaatkan pembangkit listrik berbasis tenaga disel.
Di kawasan tersebut, pemanfaatan EBT akan sangat kompetitif dan memiliki nilai ekonomis jika pembangkit yang dipasang berbasis energi hidro, geothermal, angin, surya, biomassa, dan biogas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News