Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memasang target investasi energi baru terbarukan (EBT) sebesar US$ 17,93 miliar untuk 5 tahun ke depan.
Dengan jumlah tersebut, diharapkan kapasitas pembangkit EBT di Indonesia dapat bertambah sebesar 9.051 megawatt (MW).
Baca Juga: Sepanjang tahun ini PLN menargetkan dapat membangun 168 SPKLU di Indonesia
Nilai investasi yang besar juga dibutuhkan untuk memastikan target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 nanti bisa tercapai.
Dalam berita sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tastif menyebut, secara rinci target pengembangan pembangkit EBT pada tahun 2020 adalah sebesar 687 MW. Kemudian meningkat menjadi 1.001 MW di tahun 2021, 1.922 MW pada 2022, 1.778 MW pada 2023, dan 3.664 MW pada 2024 mendatang.
Adapun Direktur Aneka Energi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris menyampaikan, pemerintah berupaya melakukan pengawalan terhadap implementasi EBT agar pengembangan di sektor ini sesuai dengan target yang direncanakan.
Selain itu, pemerintah juga berupaya mengidentifikasi pasar-pasar baru EBT di luar kajian yang tertera pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Baca Juga: Dorong hilirisasi batubara, Kementerian ESDM akan berikan sejumlah insentif
Yang terpenting, pemerintah berusaha mendorong investasi EBT melalui perbaikan regulasi. Saat ini, Kementerian ESDM masih mengupayakan rampungnya Peraturan Presiden (Perpres) terkait harga pembelian listrik dari pembangkit EBT.
“Kami juga berupaya memberikan kemudahan serta penyediaan informasi yang lebih lengkap dan mudah diakses agar investasi EBT dapat meningkat,” ujar dia, Jumat (31/1).
Harris menjelaskan, saat ini nilai keekonomian pembangkit EBT sangat tergantung pada jenis teknologi, jumlah kapasitas terpasang, dan lokasi pembangunannya.
Sebagai contoh, biaya pokok penyediaan (BPP) di kawasan Jawa, Madura, dan Bali kini sudah di bawah US$ 7 sen. Maka dari itu, pengembangan EBT berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar akan sangat kompetitif di wilayah tersebut.
“Khusus PLTS skala besar, harga listriknya dapat jauh lebih murah dibandingkan PLTU batubara Indonesia,” terang dia.
Baca Juga: Ini kata SKK Migas soal penyaluran kembali gas Lapangan Kepodang
Ia melanjutkan, wilayah atau daerah tertinggal, terdepan, dan terluar Indonesia masih kerap memanfaatkan pembangkit listrik berbasis tenaga disel.
Di kawasan tersebut, pemanfaatan EBT akan sangat kompetitif dan memiliki nilai ekonomis jika pembangkit yang dipasang berbasis energi hidro, geothermal, angin, surya, biomassa, dan biogas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News