kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kemtan janji produksi gula 2019 capai 3 juta ton


Jumat, 09 Juni 2017 / 19:04 WIB
Kemtan janji produksi gula 2019 capai 3 juta ton


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Produksi gula nasional masih rendah dengan rata-rata produksi per tahun mencapai antara 2,2 juta ton hingga 2,5 juta ton. Padahal, untuk gula konsumsi saja butuh 3 juta ton per tahun. Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kemtan) berjanji akan mendorong peningkatan produksi gula nasional menjadi 3 juta ton pada tahun 2019.

Saat ini, untuk memproduksi 2,5 juta ton gula telah tersedia lahan tebu seluas 450.000 hektare (ha). Untuk meningkatkan produksi, Kemtan berjanji memperluas areal tebu menjadi 500.000 ha.

"Saat ini produktivitas 5,5 ton per ha, maka harus ditingkatkan 0,5 ton per ha sehingga bisa mencapai 6 ton per ha,” ujar Agus Wahyudi, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian, Jumat (9/6).

Ia menjelaskan, untuk mencapai produktivitas 6 ton per ha bukanlah hal sulit. Karena sebelumnya pernah dicapai pada tahun 2008. Tapi setelah itu turun kembali menjadi 5 ton per ha.

Kemudian rendemen gula pun harus kembali ditingkatkan dari 7,5% menjadi 8%, seperti tahun 2003. Sehingga, jika produksi gula ditingkatkan menjadi 3 juta ton merupakan hal yang masih terjangkau.

Untuk perluasan lahan tebu, Kemtan memiliki tiga sumber, pertama mengembalikan areal tebu rakyat sebesar 20.000 ha yang diperoleh dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung dan lain-lain. Kemudian perluasan tebu rakyat 10.000 ha, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Perluasan di areal PG baru luar Jawa yaitu Lampung, NTB, NTT dan OKI.

Kedua, melakukan bongkar ratoon bertahap. Hal ini mengingat tidak sedikit petani yang masih enggan melakukan bongkar ratoon secara tepat waktu. Sebab produktivitas yang tinggi akan bisa dicapai secara berkelanjutan apabila dilakukan sesuai good agriculture practices (GAP). Diantaranya mengairi tebu di lahan kering dengan mengembangkan mengembangkan sumur dalam dan pompa, bongkar ratoon menggunakan varietas unggul serta melakukan perawatan.

“Sehingga tahun depan secara bertahap kita bisa membangun sumur dalam biaya Rp 500 juta rupiah dan pompa perlu dengan biaya 25 juta per unit. Harapannya kita bisa mengairi lahan dengan tesedianya kedua hal ini sekalipun datangnya elnino masih bisa meningkatkan produktivitas,” papar Agus.

Ketiga, Agus menyarankan sudah saatnya petani meningkalkan pola konvessional beralih ke mekanisasi. Mekanisasi sudah menjadi kewajiban karena tenaga kerja sudah sangat sulit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×