kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kena Tarif Royalti Progresif Hingga 28%, Begini Dampak Bagi Perusahaan Pemegang IUPK


Senin, 01 Agustus 2022 / 19:33 WIB
Kena Tarif Royalti Progresif Hingga 28%, Begini Dampak Bagi Perusahaan Pemegang IUPK
ILUSTRASI. APBI mematuhi dan menghormati peraturan yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kelanjutan operasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) saat ini merasakan tarif royalti progresif yang sangat tinggi. 

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), di tengah harga batubara acuan (HBA) yang sudah berada di atas US$ 300 per ton maka pemegang IUPK sebagai kelanjutan dari PKP2B Generasi 1 dikenakan tarif royalti progresif tertinggi yakni 28%. 

Menurut catatan Kontan.co.id sebelumnya, pemerintah telah memberikan perpanjangan operasi melalui IUPK bagi tiga perusahaan yakni PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Kendilo Coal Indonesia. 

Baca Juga: Soal Penyesuaian Royalti Batubara untuk IUP, Begini Harapan Pelaku Usaha

Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia memaparkan bahwa tarif royalti progresif ini hanya berlaku untuk IUPK di mana saat ini baru ada beberapa perusahaan yang dikenakan aturan ini. Sedangkan untuk perusahaan PKP2B masih mengikuti tarif royalti yang berlaku yakni 13,5%. 

Hendra menegaskan, sejatinya APBI mematuhi dan menghormati peraturan yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah. 

“Namun, kami menyadari bahwa tarif royalti progresif untuk IUPK ini sangat tinggi dan tentunya secara umum akan berpengaruh pada profitabilitas perusahaan,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (1/8). 

Hendra menjelaskan lebih lanjut, beberapa waktu terakhir ini harga komoditas batubara melambung tinggi yang mana harga tersebut tidak mencerminkan harga fundamentalnya karena hanya berlaku  sementara. 

Yang dikhawatirkan, PP ini bisa saja berdampak jangka panjang pada saat harga batubara tertekan karena perusahaan-perusahaan yang dikenakan royalti progresif ini memiliki tambang yang usianya di atas 30 tahun. Pasalnya, semakin tua usia tambangnya, cadangan semakin tipis dan biaya produksi semakin tinggi. 

Baca Juga: Royalti Progresif Berlaku, Bumi Resources (BUMI) Sebut Margin Masih Terjaga

Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut juga dituntut untuk berinvestasi di hilirisasi batubara yang membutuhkan investasi besar namun cukup sulit mendapatkan pendanaan. “Kami lebih melihatnya dampak pada rencana investasi keberlanjutan ke depannya untuk perusahaan di saat harga batubara rendah,” ujarnya. 

Seperti diketahui, di saat harga batubara rendah perusahaan batubara banyak yang menanggung rugi. Sedangkan di saat harga tinggi, perusahaan batubara memaksimalkan keuntungan untuk menutup kerugian dan juga untuk kebutuhan investasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×