Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Amailia Putri
JAKARTA. PT Titan Kimia Nusantara Tbk akan memaksimalkan kemampuan produksi pabrik di tahun 2013. Langkah ini merupakan upaya perusahaan memperbaiki kinerja.
Johanes Bambang Budihardja, Direktur Tidak Terafiliasi Titan mengatakan, tahun ini, pihaknya akan meningkatkan produksi bijih plastik (polietilena) sekitar 24% dari tahun lalu. "Tahun ini, kami akan menaikkan produksi menjadi 437 metrik ton dari 352 metrik ton tahun lalu," ujarnya, Rabu (27/3). Adapun, total kapasitas terpasang pabrik Titan mencapai 560 metrik ton (MT).
Peningkatan produksi itu bertujuan untuk mengerek kinerja perusahaan yang berkode saham FPNI itu. Manajemen menargetkan, di akhir tahun 2013 ini, pihaknya bisa membukukan pendapatan sebesar US$ 600 juta. Angka ini meningkat sekitar 5,2% dari realisasi pendapatan tahun lalu yang sebesar US$ 570,08 juta.
Di samping itu, FPNI juga akan meningkatkan utilisasi mesin. Tahun lalu, utilisasi mesin perusahaan hanya sebesar 87%. Tahun 2013 ini, kata Johanes, Titan akan meningkatkan utilisasi menjadi 96%. Kondisi ini mencerminkan bahwa hampir semua mesin digunakan untuk kegiatan produksi.
Perusahaan petrokimia ini memang harus melakukan optimalisasi dan efisiensi pabrik untuk mengerek kinerja. Maklum, hingga akhir tahun 2012, perusahaan milik Lotte Chemical Titan International Sdn. Bhd. ini masih merugi. Nilai rugi bersihnya sebesar US$ 16,47 juta. "Tahun ini, kami berupaya menekan kerugian menjadi US$ 7 juta," kata Johanes.
Jika melihat laporan keuangan FPNI per Desember 2012, tingginya beban pokok pendapatan menjadi penyebab utama merugi. Angkanya melonjak dari US$ 531,3 juta menjadi US$ 562,13 juta. Penyebabnya, beban pokok produksi dan bahan baku naik.
Nilai beban pokok produksi mencapai US$ 499,84 juta, naik sekitar 10% dari tahun sebelumnya. Sedangkan, beban bahan baku meningkat 7% menjadi US$ 447,27 juta. Masih ada beban-beban lainnya, seperti beban penjualan, beban umum, dan administrasi, serta beban keuangan. Total nilainya mencapai US$ 13,91 juta. Alhasil, fulus dari hasil penjualan produk bijih plastik tidak mampu menutupi beban yang harus ditanggung perusahaan.
Untuk menyiasati hal itu, perusahaan berniat masuk ke bisnis hulu. Sehingga, kebutuhan bahan baku bisa terpenuhi dan tidak bergantung dari impor. Pasalnya, selama ini, FPNI memperoleh bahan baku dari pasar luar negeri. Nah, manajemen telah memutuskan untuk membangun pabrik ethilena. Nilainya ditaksir mencapai US$ 3 miliar hingga US$ 5 miliar.
Namun, prosesnya tidak mulus. Perusahaan masih terkendala masalah lahan. Akuisisi lahan yang harusnya dilakukan tahun lalu, diundur jadi tahun ini. Lahan yang terletak di dekat Pelabuhan Merak, Banten, ini masih berstatus sengketa. Buntutnya, proses konstruksi juga molor. Rencana awal, pembangunan sudah dilakukan tahun ini dan selesai 2015 mendatang. Tetapi, rencana itu mundur jadi tahun 2014-2016. "Saat ini, kami masih dalam renegosiasi (lahan)," kata Johanes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News