Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau juga dikenal dengan Kereta Cepat Whoosh resmi beroperasi sejak Oktober 2023. Namun, hingga kini, Kereta Cepat Whoosh masih kesulitan mencapai target penumpang.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sendiri menargetkan jumlah penumpang Whoosh bisa tembus 30 ribu penumpang per hari. Namun sampai saat ini, secara rata-rata angkanya masih jauh di bawah target.
KCIC mengklaim tingkat okupansi Whoosh masih di atas 50 persen yaitu sekitar 60-70 persen di hari kerja. Meski diakui jumlah itu masih belum mencapai target yang diharapkan.
Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mengungkapkan ada beberapa alasan Kereta Cepat Whoosh masih kesulitan menarik penumpang meski pada tahap awal tarif tiketnya sudah didiskon cukup signifikan.
"Pertama feeder di Bandung harus dibagusin dulu. Angkutan umum yang bagus (yang jadi feeder) harus dibuatkan dulu. Bagaimana mau bagus, ini saja belum diseriusin," terang Djoko via sambungan telepon, Minggu (4/2/2024).
Menurut dia, angkutan feeder atau pengumpan yang terintegrasi dengan Kereta Cepat Whoosh sangat vital untuk menarik calon penumpang.
"Coba lihat angkutan umum Trans Pasundan, sudah bagus belum? Di dalam kota macet parah. Mau ke Tegalluar ke (tengah) kota sulit. (Penumpang turun) di Padalarang juga begitu, jangan begitu turun dari stasiun disarankan naik angkot yang belum bagus," ujar Djoko yang juga dosen Unika Soegijapranata ini.
Baca Juga: Luhut: Kereta Cepat Dulu Dikritik, Sekarang Semua Menikmati
Pesaing sengit Whoosh
Selain masalah integrasi angkutan umum yang belum maksimal, faktor lain yang membuat Kereta Cepat Whoosh sulit mencapai target penumpang harian adalah sengitnya kompetisi dengan moda transportasi lainnya.
Djoko menyebut, meskipun saat ini frekuensi perjalanan KA Argo Parahyangan sudah berkurang drastis, tak lantas bisa membuat Kereta Cepat Whoosh diuntungkan secara langsung.
Ini karena pesaing paling sengit Kereta Cepat Whoosh sejatinya adalah jalan tol (kendaraan pribadi) dan angkutan travel yang menawarkan keunggulan tarif lebih murah dan tujuan yang lebih dekat, terutama di kawasan dalam Kota Bandung.
"Tak hanya Gopar (Argo Parahyangan) saja yang sekarang (sebagian keretanya) dipakai untuk perpanjangan sampai Banjar (KA Pangandaran) dan Garut (KA Papandayan), tapi juga bersaing dengan travel dan jalan tol," ucap Djoko.
Baca Juga: Isu Sepi Penumpang, KCIC: Okupansi Whoosh Stabil di Atas 60%
Dia menambahkan, "Travel Jakarta-Bandung ini banyak sekali, banyak sekali yang sampai pusat kota, dan banyak perusahaan travel ini setiap 1 jam pasti ada (yang berangkat dari Jakarta ke Bandung). Terlebih travel juga beroperasi 24 jam," kata dia lagi.
Untuk diketahui saja, KCIC sebagai operator Kereta Cepat Whoosh masih menerapkan tarif diskon. Pada awalnya sesuai keekonomian dan pengembalian investasi, tarif termurah ditetapkan sebesar Rp 300.000, namun guna menarik antusias masyarakat, diberlakukan tarif promo diskon 50 persen sebesar Rp 150.000 hingga akhir November 2023.
Per Desember 2023, tarif promo mengalami mengalami penyesuaian menjadi Rp 200.000 untuk tarif termurahnya.
Belakangan, KCIC kini mulai menerapkan skema tarif dinamis (dynamic pricing) alias harga tiket bisa naik turun menyesuaikan dengan kondisi.
Sebagai gambaran saja, saat musim liburan Natal dan Tahun Baru 2024 (Nataru), KCIC merilis jumlah penumpang tertinggi Whoosh terjadi pada 26 Desember 2023 dengan jumlah sebanyak 21.188 penumpang.
Rekor okupansi tertinggi ini masih jauh di bawah target 30.000 penumpang per hari.
Baca Juga: Jadwal Kereta Panoramic pada Februari 2024, Tiket Bisa Dibeli Lewat Aplikasi
Penjelasan KCIC
Sementara itu General Manager Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Eva Chairunisa, menjelaskan tidak ada kaitan antara pengurangan frekuensi Argo Parahyangan dengan upaya mendongkrak jumlah penumpang Whoosh.
Eva bilang, banyak penumpang Kereta Cepat Whoosh berasal dari masyarakat yang selama ini adalah pengguna kendaraan pribadi dalam melakukan perjalanan dari Bandung ke Jakarta atau sebaliknya.
"Melalui survei random penumpang Whoosh di Stasiun Halim 48 persen itu merupakan penumpang yang sebelumnya menggunakan kendaraan pribadi," ujar Eva.
Mengenai jumlah penumpang Kereta Cepat Whoosh yang disebut berkurang, Eva menjelaskan, tingkat keterisian tempat duduk atau okupansi Whoosh memang tidak selalu di angka 100 persen.
Adapun saat ini, dia mengklaim tingkat okupansi Whoosh masih di atas 50 persen yaitu sekitar 60-70 persen di hari kerja.
"Saat ini okupansi Whoosh memang tidak selalu di angka 100 persen karena yang namanya transportasi pasti ada jam sibuk dan non-sibuknya," ucapnya.
Penjelasan Kementerian BUMN
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, naik-turun jumlah penumpang adalah hal yang umum pada transportasi massal, tak terkecuali Whoosh.
Ia menuturkan, jumlah penumpang sangat dipengaruhi oleh waktu keberangkatan di periode sibuk atau tidak. Sehingga terkadang mengalami peningkatan atau penurunan pada waktu-waktu tertentu.
"Kita tunggu saja, mungkin kan sekarang lagi turun. Jangan cuma berapa hari langsung kita satu ini dibilang sepi," ujarnya saat ditemui di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Menurutnya, untuk melihat kepastian sepi atau tidaknya peminat Kereta Cepat Whoosh adalah berdasarkan data per bulannya.
"Karena kan bisa saja jamnya lagi enggak (sibuk), dan berapa banyak penumpang sebulannya, itu kan ada laporan dari KCIC nanti," kata Arya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penumpang Kereta Cepat Whoosh Masih di Bawah Target, Apa Masalahnya?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News