CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.341.000   -7.000   -0,30%
  • USD/IDR 16.725   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.414   -5,56   -0,07%
  • KOMPAS100 1.163   -1,38   -0,12%
  • LQ45 846   -2,34   -0,28%
  • ISSI 294   -0,29   -0,10%
  • IDX30 440   -1,80   -0,41%
  • IDXHIDIV20 510   -4,13   -0,80%
  • IDX80 131   -0,28   -0,21%
  • IDXV30 135   -0,09   -0,06%
  • IDXQ30 141   -1,39   -0,98%

Kinerja Emiten Kaca Melambat, Asosiasi Ungkap Tantangan Industri Tahun Ini


Minggu, 23 November 2025 / 17:31 WIB
Kinerja Emiten Kaca Melambat, Asosiasi Ungkap Tantangan Industri Tahun Ini
ILUSTRASI. PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG). produsen lembaran kaca, seperti kaca gedung atau kaca mobil. Foto Dok AMFG


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kaca masih dibayangi sederet tantangan pada 2025. Perlambatan kinerja emiten kaca berlanjut, seiring penurunan pendapatan hingga laba bersih yang menekan profitabilitas pelaku usaha.

PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) membukukan penurunan pendapatan 7,80% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp 3,33 triliun menjadi Rp 3,07 triliun hingga September 2025.

Tekanan pada laba lebih dalam, dengan laba bersih turun 92,06% (YoY) dari Rp 263,52 miliar menjadi Rp 20,90 miliar.

Baca Juga: INSA Dukung Pembangunan Kapal Penumpang Listrik Berkapasitas 100 Orang

Kinerja serupa dialami PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG). Penjualan neto AMFG turun 10,41% (YoY) dari Rp 4,13 triliun menjadi Rp 3,70 triliun.

Laba AMFG juga terkoreksi 58,48% (yoy) dari Rp 170,93 miliar menjadi Rp 70,96 miliar hingga kuartal III-2025.

Dalam paparan publik, manajemen AMFG menyoroti empat tantangan utama yang membayangi industri kaca, yaitu ketidakpastian pasokan serta harga gas alam, persaingan domestik yang semakin ketat, volatilitas nilai tukar, dan melemahnya penjualan otomotif.

Overcapacity dan harga gas jadi sorotan

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan, penurunan kinerja emiten kaca mencerminkan kondisi industri yang sedang menghadapi tekanan serupa.

Baca Juga: Airlangga Ungkap Potensi Swasta Bisa Impor Migas dari AS

Ia menekankan bahwa persoalan overcapacity serta harga gas industri menjadi dua isu terbesar.

Menurut Yustinus, sejumlah pabrik baru mulai beroperasi dalam beberapa tahun terakhir, sehingga total kapasitas terpasang mencapai 2,6 juta ton per tahun.

Sementara itu, permintaan domestik masih lesu dengan estimasi konsumsi rata-rata hanya sekitar 800.000 ton per tahun, jauh di bawah kapasitas produksi.

Imbasnya, produsen kaca lembaran semakin mengandalkan pasar ekspor. Ia menyebut, porsi ekspor kaca lembaran kini sudah mencapai 50% dari total volume produksi. Lima pasar utama adalah India, Malaysia, Korea Selatan, Vietnam, dan Thailand.

“Ekspor menembus 50% ini cenderung dan harus terus meningkat, karena terjadi overcapacity yang besar. Utilisasi akan semakin turun akibat lonjakan kapasitas terpasang,” ujar Yustinus kepada Kontan.co.id, Minggu (23/11/2025).

Baca Juga: KAI Sediakan 1,5 Juta Kuota Diskon Tiket Nataru 30%, 533.000 Tiket Sudah Terjual

Harga gas belum pasti, daya saing tertekan

Selain kapasitas berlebih, tingkat utilisasi juga tertekan oleh ketidakpastian pasokan gas industri.

Yustinus menyebut belum ada kejelasan terkait realisasi pasokan melalui skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), sesuai volume yang tercantum dalam Kepmen ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025.

Ia menegaskan, persentase Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) akan sangat memengaruhi utilisasi pabrik.

Daya saing produk kaca nasional khususnya untuk ekspor bergantung pada kecukupan pasokan gas dan harga yang kompetitif.

“Hanya dengan kecukupan pasokan HGBT, ekspor bisa berdaya saing. Porsi biaya energi sangat menentukan utilisasi industri,” jelasnya, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB).

Baca Juga: Chery Berencana Bangun Pabrik Sendiri di Indonesia, Skema Masih dalam Tahap Negosiasi

Industri gelas kaca masih lesu

Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto mengatakan industri gelas kaca menghadapi tekanan serupa.

Lonjakan produksi membuat produk sulit terserap pasar, sementara daya beli masyarakat belum pulih.

“Lesunya daya beli menyebabkan pasar produk anggota kami sulit berkembang,” ujarnya.

Henry menyebut, sekitar 85% produk gelas kaca meliputi botol, glassblock, dan tableware masih mengandalkan pasar domestik. Ia menilai beberapa sub produk memiliki prospek membaik, terutama botol dan glassblock.

Baca Juga: Catat Pengiriman 50 juta TEUs Peti Kemas, JICT Pacu Efisiensi & Produktivitas Layanan

Permintaan botol meningkat pada musim puncak, seperti pergantian tahun dan momen Ramadan–Lebaran, seiring kebutuhan sektor makanan dan minuman. Sementara itu, glassblock didorong permintaan ekspor.

Adapun tableware masih bergantung pada pasar business-to-business (B2B) dan segmen horeca (hotel, restoran, dan kafe).

Henry memperkirakan industri gelas kaca masih bisa tumbuh 3%–4% pada akhir 2025, meskipun tantangan tetap membayangi.

“Kestabilan harga gas dan perlambatan ekonomi global menjadi faktor penentu. Kami berharap 2026 akan lebih baik,” kata Henry.

Selanjutnya: Kanwil DJP Jakarta Selatan I Blokir 37 Rekening Penunggak Pajak Rp480 Miliar

Menarik Dibaca: Cara Mengaktifkan Fitur Facebook Pro, Ikuti Langkah Demi Langkah Berikut Ini Ya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×