Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kisruh gula rafinasi terus bergulir. Kompleksitas masalah pengadaan gula di dalam negeri menimbulkan pro dan kontra di antara para pelaku industri.
Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memprotes pernyataan Ketua I Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Andre Wenas yang juga menjadi salah satu direksi PT Makasar Tene yang terbukti membocorkan 80% gula rafinasi 330.000 ton di pasar konsumsi. Ia menyatakan, rembesan gula khusus industri di pasar konsumsi itu tidak berdampak negatif.
Wakil Sekjen APTRI M. Nur Khabsin, mengutarakan, produksi gula lokal rendah dan kurangnya lahan memang menjadi kendala. Belum lagi soal harga patokan petani (HPP) gula kristal putih yang masih minim, rendemen rendah lantaran pabrik gula sudah tua, serta distribusi gula yang belum merata.
Namun, masalah itu tidak bisa menjadi pembenaran merembesnya gula rafinasi di pasar konsumsi. Apalagi sudah ada aturan jelas tentang pelarangan penjualan gula rafinasi untuk kebutuhan rumah tangga. Bocornya gula rafinasi akhirnya berimbas pada penyerapan gula rakyat yang rendah. Bahkan, gula petani tidak terserap di luar Pulau Jawa.
Sebab, kawasan Indonesia timur telah dipasok gula rafinasi hasil produksi PT Makasar Tene. Hal itu mengakibatkan anjloknya harga gula di tingkat petani hingga Rp 8.400 per kilogram (kg).
Oleh karena itu APTRI meminta pemerintah segera mengumumkan hasil audit gula, agar produsen yang melanggar bisa segera diberi sanksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News