kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KKP Perbarui Data Estimasi Potensi Ikan, Total 12,01 Juta Ton Per Tahun


Rabu, 06 April 2022 / 21:44 WIB
KKP Perbarui Data Estimasi Potensi Ikan, Total 12,01 Juta Ton Per Tahun
ILUSTRASI. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan konsep penangkapan ikan terukur


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperbarui data estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) yang ada di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menyusul terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 19 Tahun 2022.

Penetapan estimasi potensi ikan saat ini diakui lebih baik karena menggunakan metodologi penghitungan yang semakin baik pula untuk mendukung implementasi program pengelolaan perikanan berkelanjutan, salah satunya kebijakan penangkapan terukur.

Kepmen KP Nomor 19/2022 isinya tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB), dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik.

Baca Juga: Anggota DPR Minta KKP Jamin Stok dan Stabilitas Harga Ikan

Sesuai Kepmen KP tersebut, total estimasi potensi sumber daya ikan di 11 WPPNRI sebanyak 12,01 juta ton per tahun dengan JTB 8,6 juta ton per tahun. Estimasi potensi tersebut dibagi dalam sembilan kelompok sumber daya ikan yaitu ikan demersal, ikan karang, pelagis kecil, cumi, udang penaeid, lobster, rajungan , kepiting dan pelagis besar.

Ketua Komisi Nasional Pengkajian Ikan (Komnas Kajiskan) Prof. Indra Jaya mengatakan, proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dari berbagai sumber. Ada yang dari survei menggunakan kapal riset, observer, juga memanfaatkan statistik perikanan.

Kemudian data itu diproses dan dianalisis menggunakan model-model pengkajian stok sumber daya ikan yang ada.

“Nah dari hasil analisis ini dikeluarkan lah hasil estimasi yang dilakukan di semua WPP dan juga per kelompok jenis ikan,” ungkap Indra dalam dialog Bincang Bahari KKP dipantau dari Youtube KKP, Rabu (6/4).

Seperti diketahui, Komnas Kajiskan merupakan komisi yang dibentuk melalui Kepmen KP Nomor: 105/KEPMEN-KP/2020 dengan 35 anggota terdiri dari tujuh pakar, 11 akademisi, dan 17 pejabat instansi pemerintah terkait.

Anggota Komnas Kajiskan memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai dan relevan dengan tugas pengkajian stok sumber daya ikan.

Baca Juga: KKP Sebut Beleid Terkait Penangkapan Ikan Terukur Menunggu Pesetujuan Jokowi

Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP Ridwan Mulyana mengungkapkan, metodologi penghitungan yang dipakai untuk menentukan potensi estimasi sumber daya ikan saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Di antaranya menggunakan data fisheries hidroakustik yang sudah berstandar internasional.

Ia menyatakan, metodologi yang sekarang lebih baik dibanding tahun 2016 dan 2017 lalu. Beberapa hal, seperti data catch-nya itu sudah berbasis WPP sebelumnya berbasis perikanan pantai, kemudian juga ada Onedata yang lengkap terintegrasi.

Terkait data biomassa dan sebaran juga sudah menggunakan data hidroakustik yang sudah berstandar FAO.

“Kalau sekarang kan juga ada akustik dengan split sistem. Kalau dulu namanya dual beam sekarang split beam yang sudah bisa mengetahui jenis ikan,” ungkap Ridwan.

Melalui Kepmen KP Nomor 19/2022, penentuan Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB) untuk masing-masing SDI memiliki perbedaan dari tahun sebelumnya.

Bila kebijakan sebelumnya menggunakan angka 20 persen dari estimasi potensi yang ada di setiap WPPNRI, maka saat ini tergantung pada kondisi sumber daya ikan yang dimaksud. Bila kondisinya mengkhawatirkan untuk ditangkap maka JTB-nya lebih dari 20 persen dari potensi yang ada.

“Ini kita lebih cermat ke arah kesehatan laut, bagaimana status ikan tersebut apakah cukup mengkhawatirkan bila dieksploitasi secara berlebihan, sehingga tidak dipukul rata 20 persen. Sederhananya begini, kalau ikan itu memang rentang terhadap eksploitasi, biasanya nilai kehati-hatiannya juga lebih besar di atas 20 persen,” jelas Ridwan.

Ridwan menyadari, perlunya data estimasi potensi sumber daya yang lebih spesifik berdasarkan jenis ikan, sebab yang disajikan saat ini masih ada data ikan berdasarkan pengelompokan, seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, serta ikan karang. Di samping itu, jenis ikan yang masuk penghitungan juga harus diperbanyak.

Baca Juga: KKP Jamin Pasokan Ikan Aman Selama Ramadan dan Idul Fitri

“Ke depan akan diperkuat bagaimana supaya jenis komoditas ini bertambah jumlahnya. Saat ini masih ada yang memang per kelompok belum detail seperti kepiting, lobster. Ke depan kita akan kembangkan supaya lebih banyak berdasarkan komoditas,” terang dia.

Terbitnya Kepmen KP Nomor 19/2022 sekaligus untuk mendukung implementasi program terobosan KKP yakni kebijakan penangkapan terukur.

Angka estimasi potensi dan JTB menjadi dasar bagi KKP untuk menentukan jumlah kuota penangkapan yang akan diberikan kepada nelayan lokal, industri dan juga nonkomersial. Mengenai kuota penangkapan ini, Ridwan pun memastikan utamanya untuk nelayan lokal.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Demersal Indonesia Muhammad Mukhlis Kamal menyambut baik terbitnya data terbaru dari potensi sumber daya ikan di Indonesia. Namun dia berharap, data yang disajikan ke depannya lebih detail berdasarkan spesies ikan bukan lagi kelompok.

“Tantangannya ada keterbatasan data. Tapi ini adalah data terbaik yang kita punya, ini yang menjadi data resmi, dan mari bersama-sama menjaga stok ikan tetap lestari dan juga manfaat ekonomi serta kesejahteraan yang seoptimal mungkin,” terang Mukhlis.

Sebagai informasi, Kepmen KP Nomor 19/2022 ini juga mengamanahkan dilakukannya pengkajian dan telaah secara periodik atas estimasi potensi ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPPNRI yang telah ditetapkan. Pengkajian dan telaah dilakukan paling sedikit 1 kali dalam tiga tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×