Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menerbitkan sertifikasi bebas Cesium 137 (Cs-137) untuk produk udang ekspor. Dalam penerapannya, skema ini perlu diikuti kelembagaan kolektif untuk menghindari hambatan struktural.
Untuk diketahui, sertifikasi bebas Cs-137 ini menjadi bagian dari upaya pemerintah menjamin keamanan pangan sekaligus menjaga keberterimaan produk udang Indonesia di pasar Amerika Serikat (AS).
KKP menggandeng Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menjalankan proses sertifikasi melalui kegiatan scanning dan testing pada titik kritis rantai produksi udang, khususnya di wilayah Jawa dan Lampung.
Baca Juga: KKP Pastikan Isu Udang Radioaktif Tak Ganggu Komoditas Perikanan Lain
Ketua Bidang Kebijakan Publik DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Niko Amrullah menyebut, sertifikasi ini bisa mendorong daya saing, kualitas, serta akses pasar ekspor udang Indonesia.
Namun di sisi lain, sertifikasi ini bisa menimbulkan hambatan struktural jika tidak disertai pendampingan, pembiayaan, dan kelembagaan kolektif.
Untuk menyempurnakan skema sertifikasi ini, menurut Niko perlu ada pendekatan klasterisasi tambak rakyat, dukungan pembiayaan, hingga kemitraan dengan eksportir.
“Dengan begitu, sertifikasi dapat menjadi alat pemberdayaan, bukan beban bagi petambak udang rakyat,” kata Niko kepada Kontan, Senin (3/11/2025).
Baca Juga: KKP Dorong Legalitas Izin Edar Produk Perikanan untuk Tingkatkan Daya Saing
Niko menilai pada dasarnya sertifikasi ini adalah solusi jangka pendek untuk strategi kontra narasi dan perbaikan citra di pasar global, menyusul masalah kontaminasi radioaktif di kawasan industri Cikande.
Namun, untuk jangka panjang, menurutnya tetap diperlukan upaya paralel untuk menyelesaikan akar masalah yang ada.
Prospek Kinerja Ekspor Pasca Sertifikasi
Secara keseluruhan, ia menilai sertifikasi bebas Cs-137 tak bisa serta-merta mengerek naik kinerja ekspor udang Indonesia.
“Tren 5 tahun terakhir data tersedia 2018-2023 menunjukkan fluktuasi tinggi, bukan tren akselerasi yang konsisten. Lonjakan kuat terjadi pada 2020–2021, dengan pemulihan permintaan yang tinggi. Tetapi nilai ekspor menurun kembali pada 2022–2023,” jelasnya.
Maka, secara agregat 2018–2023 pertumbuhan nilai relatif datar.
Nah melihat tren tersebut, ditambah isu radioaktif, KNTI tak melihat potensi pertumbuhan yang signifikan. Target mengembalikan pasar seperti semula adalah lebih realistis.
Baca Juga: KKP Siapkan Regulasi untuk Lindungi Produk Perikanan dan Garam Lokal
Selanjutnya: Wuling Bidik Pasar EV Transportasi Publik, Mitra EV Mulai Diuji TransJakarta
Menarik Dibaca: Ini Rekomendasi Makanan Diet Pengganti Nasi yang Mengenyangkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













