kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Klaim rokok elektrik sehat, ini respon perhimpunan dokter paru-paru


Kamis, 11 Juli 2019 / 19:57 WIB
Klaim rokok elektrik sehat, ini respon perhimpunan dokter paru-paru


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Belakangan ini, pasar rokok nasional diramaikan oleh kehadiran rokok elektrik. Produk rokok elektrik ini juga biasa dikenal dengan sebutan Electronic Cigarettes (ECs) atau Electronic Nicotine Delivery System (ENDS). Secara sederhana, rokok elektrik dapat dipahami sebagai perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah zat-zat kimia menjadi uap untuk kemudian dialirkan ke paru-paru.

Sebagaimana yang sudah dilaporkan Kontan sebelumnya, produk rokok elektrik ini sudah mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 2013 silam melalui pedagang dan distributor kecil. Namun demikian, produk rokok elektrik ini semakin terasa keberadaannya seiring dengan masuknya beberapa produsen rokok elektrik global seperti Philip Morris dan Juuls Labs.

Beberapa produsen rokok mengklaim bahwa rokok elektrik yang mereka produksi memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan rokok konvensional. Salah satu produsen rokok elektrik dunia, Juuls Lab bahkan menyatakan bahwa rokok elektrik yang diproduksinya dapat digunakan sebagai pilihan alternatif bagi perokok konvensional yang ingin beralih dan memulai hidup lebih sehat.

“Kami berusaha untuk membuat produk kami seaman mungkin untuk dikonsumsi dengan mengandalkan teknologi pembuatan yang tidak dimiliki oleh produsen rokok lain,“ terang pendiri dan Chief Product Officer, James Monsees dalam acara peluncuran produk Juuls yang berlangsung di Four Seasons Hotel, Jakarta (10/07).

Sebagaimana yang dilaporkan Kontan pada artikel sebelumnya, negara seperti Selandia Baru bahkan sempat merekomendasikan pemakaian produk rokok elektrik sebagai salah satu solusi bagi warganya yang ingin berhenti merokok karena dinilai lebih rendah risiko. Kampanye ini rencananya akan digencarkan pada Agustus 2019 mendatang.

Lalu, bagaimana sebenarnya risiko kesehatan yang timbul akibat pemakaian rokok elektrik dari tinjauan ilmiah? Dalam publikasi yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada 11 Maret 2014, disebutkan bahwa rokok elektrik bisa saja mengandung beberapa zat yang berbahaya bagi tubuh manusia.

Dalam publikasi tersebut, Kemenkes mengutip temuan German Cancer Research Center yang menyebutkan bahwa rokok elektrik dapat mengandung beberapa zat bersifat karsinogenik seperti formaldehyde, acetaldehyde, dan acrolein.

Sejalan dengan pandangan di atas, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K). Susanto menerangkan bahwa pemakaian produk rokok berbahaya bagi kesehatan karena terbukti megandung nikotin, zat-zat bersifat karsinogen yang dapat menyebabkan kanker serta bahan-bahan toksik. Beberapa zat bersifat karsinogen yang dimaksud di antaranya yakni zat-zat seperti gliserol, formaldehid, logam, dan lain-lain.

Berdasarkan keterangan Susanto, pernyataan ini telah disepakati oleh beberapa ahli kesehatan seperti Ketua Pokja Masalah Rokok (PDPI), dr Feni Fitriani Sp.P(K) dan Ketua Umum PB Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr Sally Aman Nasution, SpPD-KKV yang hadir dalam konferensi pers bertemakan kesehatan pada 14 Mei 2019.

Rokok-rokok elektrik yang diproduksi oleh produsen-produsen besar di pasaran memiliki komposisi serta kandungan zat kimia yang berbeda pada masing-masing produknya. Juuls Lab misalnya, menyatakan bahwa produknya hanya memiliki kandungan nikotin yang rendah dalam dua varian berbeda, yakni 3% dan 5%.

Namun demikian, Susanto menilai bahwa ancaman kesehatan yang ditimbulkan dari pemakaian rokok elektrik tidak bergantung pada tinggi atau rendahnya kadar zat yang dikandung. Artinya, zat-zat ini tetap berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia baik dalam kadar yang tinggi maupun rendah.

“Itu WHO (World Health Organization) statementnya tidak ada batas aman untuk kandungan toksik dan karsinogen. WHO organisasi kesehatan dunia lho,” terang Agus kepada Kontan (11/07).

Berdasarkan keterangan Susanto, ada banyak dampak risiko kesehatan terhadap sistem paru dan pernapasan yang dapat ditimbulkan dari pemakaian produk rokok elektrik, beberapa di antaranya yakni peningkatan peradagangan,/inflamasi, kerusakan epitel, kerusakan sel, penurunan sistem imunnitas lokal paru dan saluran pernapasan, risiko asma dan emfisema serta risiko kanker paru.

Menurut Susanto, beberapa risiko kesehatan yang disebutkan di atas tidak hanya mengancam pemakai langsung rokok elektrik, namun juga dapat berbahaya bagi perokok pasif. Susanto menjelaskan bahwa pemakaian rokok elektrik menghasilkan emisi-emisi partikel halus bernama ultra fine particle (UFP) yang berbahaya bagi perokok pasif.

Dengan adanya serangkaian risiko kesehatan yang dapat diakibatkan dari pemakaian rokok elektrik di atas, Susanto berpendapat bahwa jaminan keamanan yang dijanjikan oleh produsen rokok kurang bisa dipercaya. “Pabrik-pabrik rokok elektrik ini cenderung membodohi masyarakat dengan bilang ini less harmfull atau kurang berbahaya. Padahal tetap saja berbahaya,“ jelas Susanto kepada Kontan.

Pandangan yang serupa juga diungkapkan oleh Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno. Menurut Sujatno, pemakaian rokok elektrik memiliki risiko kesehatan yang tidak jauh berbeda dengan rokok konvensional. “Di dalamnya kan ada nikotin cair, artinya dampak kesehatannya tidak akan jauh berbeda dengan rokok konvensional,“ terang Agus kepada Kontan (10/07).

Menimbang potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari penggunaan rokok elektrik, YLKI berharap pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), memberikan aturan serta melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap peredaran produk rokok elektrik.

“Saat ini yang terjadi, baik itu rokok konvensional maupun rokok elektrik peredarannya semakin masif, ini yang sangat mengkhawatirkan,“ ujar Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×