kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Klaim surplus beras versi BPS dipertanyakan


Rabu, 14 Oktober 2015 / 13:10 WIB
Klaim surplus beras versi BPS dipertanyakan


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Upaya diam-diam pemerintah mengimpor beras dari Vietnam mendapat perhatian luas dari dalam negeri. Terlebih Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya merilis ada potensi surplus beras pada tahun ini sebesar 10,5 juta ton.

Berita impor beras ini mencuat setelah The Saigon Times dan Reuters.com melansir berita bahwa Vietnam menang kontrak untuk memasok beras 1 juta ton ke Indonesia.

Ketua Umum Gerakan Kebangkitan Petani Indonesia (Gerbang Tani) Idham Arsyad mengatakan, tender ini mencapai nilai yang cukup fantastis.

Harga beras impor ini mencapai US$ 350 dolar hingga US$ 355 atau sekitar Rp 4,8 juta per ton.

"Dengan kata lain total beras yang akan diimpor bernilai sekitar US$ 355 juta, setara Rp 4,8 triliun untuk 1 juta ton beras," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (13/10).

Idham bilang, pada masal awal pemerintahan Jokowi dan JK, keduanya menjanjikan akan tercapainya kedaulatan pangan. Sejumlah upaya telah dilakukan seperti bagi-bagi traktor, blusukan sawah dan bekerjasama dengan TNI.

Kemudian BPS mengeluarkan data bahwa Indonesia akan surplus beras pada tahun 2015 sebesar 10,5 juta ton. "Namun dengan adanya impor beras, kemana surplus beras yang dicatatkan BPS," imbuhnya.

Idham malah bilang, harga beras terus naik. Biasanya dengan harga Rp 8.500 per kg konsumen dapat beras medium, kini hanya dapat beras kualitas rendah.

Beras premium sudah di atas Rp.10.500 per kg. Demikian juga Bulog tertatih menambah pasokan beras, saat ini stok Bulog sebanyak 1,1 juta ton untuk beras medium dan 700.000 ton beras premium.

Dengan kondisi ini, Gerbang Tani mendesak pemerintah melakukan pembentukan kelembagaan Pangan Nasional sesuai amanat UU 18/2012 tentang pangan.

Lembaga yang berada di bawah Presiden inilah yang berwenang penuh atas kebijakan pangan nasional, bukan kebijakan Wapres yang mengatasnamakan rapat kabinet.

Dalam UU 18/2012 tentang Pangan dan PP 17/2015 tentang pangan dan gizi, disebutkan bahwa cadangan nasional adalah: cadangan pemerintah pusat, pemprop, pemda/pemkot, pemerintah desa dan cadangan pangan masyarakat.

Ia mempertanyakan, sejauh mana pemerintah telah menghitung dan menilai bahwa beras kurang dan kita harus impor. Dan apakah stok Bulog mencerminkan cadangan pangan nasional.

Ia menilai, seharusnya itu berbeda. Idham juga menilai paradigma pangan telah berubah dari hanya ketahanan pangan menjadi kemandirian pangan dan kedaulatan pangan, artinya bahwa impor pangan adalah pilihan paling ujung dalam pemenuhan hak atas pangan warga negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×