Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Presiden AS, Donald Trump untuk menaikkan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50% dari 25% terhitung mulai Rabu, 4 Juni 2025 kemarin, menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian sekaligus Mantan Menteri Perindustrian 2014-2016 Saleh Husin tidak akan terlalu berdampak pada ekspor baja Indonesia ke negeri Paman Sam itu.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa Indonesia harus tetap waspada dengan adanya pergeseran pasar baja global.
"Ekspor baja Indonesia ke Amerika kecil sekali jadi sebenarnya tidak terlalu berdampak langsung dengan adanya kebijakan Trump ini," kata dia saat dihubungi oleh Kontan, Selasa (10/06).
Meski tidak berpengaruh secara langsung, kebijakan ini bisa saja membuat eksportir lain dengan tujuan ekspor baja mereka ke AS melirik pasar negara lain.
"Yang justru yang perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh pemerintah yaitu negara produsen utama baja dunia seperti China. Ini pasar bajanya terkendala masuk pasar Amerika maka mereka akan mencari pasar alternatif misal Indonesia untuk produk bajanya," jelas Saleh.
Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) Ekspor Baja ke Pasar Amerika Serikat
Jika ini dibiarkan, maka Indonesia diprediksi akan mendapatkan kiriman baja dari negara-negara produsen baja nasional terbesar di dunia, seperti China.
Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association sekaligus Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Akbar Djohan mengatakan ekspor baja ke AS secara keseluruhan tidak besar dan telah mengalami penurunan sejak lima tahun terakhir.
"Data ekspor lima tahun terakhir, memang data ekspor kita pernah menembus 100 ribu ton per tahun, ekspor ke USA," kata dia.
Tapi saat berlaku tarif impor 25% di tahun 2018, terjadi penurunan ekspor yang cukup signifikan, ditambah dengan adanya tarif timbal balik atau resiprokal yang dikenakan AS kepada negara-negara tertentu mulai tahun ini.
"Volume yang masuk ke AS turun sampai setengahnya 40 ribu ton hingga 50 ribu ton," tambahnya.
Lebih lanjut, industri baja dalam negeri 60% produksinya masih diserap untuk kebutuhan dalam negeri dengan 20-40% kebutuhan baja dalam negeri masih disuplai oleh baja China.
Baca Juga: Ekspor Besi, Baja dan CPO Kompak Naik Sepanjang Januari–April 2025
Terkait hal ini, emiten baja, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) mengatakan kebijakan ini justru semakin mempertegas pentingnya kesetaraan daya saing (equality of competitiveness) antarnegara pengekspor baja.
Sebelumnya, beberapa negara seperti Meksiko dan Kanada memperoleh pengecualian tarif atau perlakuan khusus dari AS, yang secara tidak langsung menekan posisi eksportir dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
"Dengan diberlakukannya tarif yang lebih seragam, setidaknya sekarang terjadi penyeimbangan ulang dalam hal akses pasar, meskipun tantangan tetap ada," ungkap Corporate Secretary & Investor Relations ISSP, Johannes Edward.
Meski begitu, Johannes menyebut ekspor baja ISSP ke AS bersifat terbatas dan namun reguler dan sampai saat ini, belum terjadi peningkatan signifikan terhadap ekspor ke pasar AS.
"Fokus utama ekspor kami lebih diarahkan ke negara-negara yang tidak menerapkan hambatan dagang tinggi, dan memiliki kebutuhan pembangunan infrastruktur yang terus tumbuh, misalnya Australia dan Timor Leste," tutupnya.
Baca Juga: AM/NS Indonesia Ekspor 10.000 Ton Baja ke AS Senilai US$ 10 Juta
Selanjutnya: Sebanyak 5.000 Pelari Ikut Serta Meramaikan Ajang Smartfren Run 2025
Menarik Dibaca: Cegah Depresi, Ini 4 Manfaat Bersih-Bersih Rumah untuk Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News