Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta Pemkab Bogor untuk mencabut izin lingkungan terhadap delapan perusahaan yang beroperasi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Kebijakan ini diambil sebagai respons atas terjadinya bencana longsor dan banjir yang melanda wilayah tersebut, khususnya di Kecamatan Cisarua pada Maret dan Juni 2025 lalu. Bencana ini mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan yang cukup parah.
Sekretaris Utama KLH, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa hasil pengawasan menemukan banyak bangunan ilegal berdiri di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN VIII, serta kegiatan usaha yang memiliki izin namun terbukti merusak ekosistem.
“Pelanggarannya mencakup tiga hal utama: perusakan lingkungan, kegiatan tanpa izin, dan kegiatan berizin yang berdampak negatif,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung KLH Jakarta Timur, Selasa (16/7).
KLH mendasarkan tindakannya pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Baca Juga: Dilanda Banjir, Menteri AHY Minta Penggunaan Tata Ruang di Puncak Dicek Ulang
Berdasarkan temuan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup memerintahkan Bupati Bogor untuk mencabut delapan izin lingkungan dalam waktu maksimal 30 hari kalender sejak surat resmi diterbitkan pada April lalu.
Direktur Sanksi Administratif Lingkungan Hidup, Ari Prasetya menyebutkan delapan perusahaan yang dikenai pencabutan izin lingkungan diantaranya adalah PT PFI, PT JSI Resort, PT JLJ, PT EMPI, PT KPW, PT PIN, PT BNPI dan PT PA. Seluruh usaha itu bergerak dalam jasa wisata, hotel, restoran, dan kafe.
Selain itu, terdapat 13 perusahaan lain yang membentuk Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PTPN, namun tidak memiliki izin lingkungan. KLH telah lebih dulu menjatuhkan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran terhadap mereka.
“Sejumlah perusahaan dalam KSO telah melaksanakan pembongkaran secara bertahap. Namun, proses tersebut masih terus dikawal agar sesuai dengan ketentuan,” ujarnya
Vivien menegaskan bahwa tindakan ini bukan bentuk kriminalisasi terhadap pelaku usaha, melainkan bentuk penegakan hukum demi penyelamatan lingkungan.
“Kami ingin perusahaan taat terhadap izin lingkungan dan tidak menyebabkan bencana ekologis,” katanya.
Baca Juga: KLH Dalami Kerusakan Lingkungan akibat Aktivitas Tambang di Raja Ampat
Pencabutan izin ini juga menyoroti kelemahan dalam pengawasan tata ruang, di mana ditemukan izin lingkungan tumpang tindih pada satu kawasan. Hal ini terjadi ketika izin baru diterbitkan oleh pemerintah daerah di atas izin lingkungan yang telah ada sebelumnya. Ke depan, KLH meminta seluruh pemberian izin mempertimbangkan dampak ekologis secara menyeluruh.
Menanggapi pertanyaan soal langkah pemulihan, KLH menyebut proses tersebut akan mengikuti perintah sanksi administratif yang telah ditetapkan, seperti kewajiban penanaman kembali untuk memulihkan ekosistem. Namun, belum ada estimasi pasti mengenai waktu pemulihan.
KLH juga membuka kemungkinan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap pelaku usaha lain yang terbukti melanggar, termasuk di lokasi longsor terbaru yang masih dalam penyelidikan.
“Jika sanksi tidak dijalankan, kami akan mengambil langkah lanjutan termasuk paksaan pemerintah. KLH akan tegas dalam memastikan perlindungan lingkungan,” tandasnya.
Selanjutnya: Wall Street Menguat, Investor Mencerna Data Infasi dan Laporan Kinerja Emiten
Menarik Dibaca: Depo Bangunan Gelar Undian dengan Total Hadiah Rp 16 Miliar hingga 2026
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News