kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KLHK memprediksi Juklak dan Juknis FABA PLTU akan terbit pada April 2021


Senin, 22 Maret 2021 / 18:15 WIB
KLHK memprediksi Juklak dan Juknis FABA PLTU akan terbit pada April 2021
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). DOK PLN


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dorong pemanfaatan keekonomian Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) secepatnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) prediksikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak dan Juknis) pemanfaatan limbah tersebut bakal dirilis di April 2021. Nantinya, pemanfaatan juga tidak memerlukan persetujuan teknis atau surat layak operasi (SLO). 

Direktur Verifikasi Limbah B3 KLHK Achmad Gunawan mengungkapkan, kalau pihaknya dan team terus mendorong agar eksplorasi agar peraturan menteri terkait standarisasi limbah non B3 tersebut bisa segera terealisasi. 

"Bulan ini rasanya belum memungkinkan, mudah-mudahan, InsyaAllah bulan depan diselesaikan, termasuk harmonisasi dan lainnya," jelas Achmad dalam diskusi media secara daring, Senin (22/3). 

Achmad juga menjelaskan apabila juklak dan juknis diterbitkan, selanjutnya pemanfaatan FABA tidak lagi membutuhkan persetujuan teknis ataupun SLO, mengingat FABA PLTU sudah menjadi limbah non B3. Hanya saja, dia menekankan dalam pengelolaannya tetam membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan. 

Dimana, pemanfaatan FABAA harus memenuhi standard yang berlaku atau yang sudah teruji. Apabila FABA nantinya bakal dimanfaatkan untuk bahan baku batako, semen dan lainnya, maka akan mengikuti standard tersebut. Selain itu, pemanfaatan limbah tersebut juga akan tercantum pada persetujuan lingkungan dan bukan persetujuan teknis. 

Baca Juga: PLN optimalkan FABA PLTU Ropa menjadi produk batako

"Jadi meski tanpa persetujuan teknis, tetap ada peraturan atau rules, jadi enggak lepas begitu saja," terangnya.

Selain itu, dia juga mendorong pemanfaatan FABA bisa sampai 100% ke depannya, termasuk menyarankan kepada perusahaan pemilik PLTU termasuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menyisihkan sebagian anggarannya untuk budget penelitian pemanfaatan FABA. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian mendorong pemanfaatan limbah non B3 tersebut lebih optimal. 

Adapun Wakil Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Darmawan Prasodjo mengungkapkan kalau sebelumnya perjuangan untuk mengelola limbah FABA membutuhkan biaya yang sangat besar sekitar Rp 4,9 triliun per tahun, dengan rincian biaya transportasi dan pelimbahan berkisar Rp 2,72 triliun dan biaya landfill FABA sekitar Rp 2,16 triliun per tahun. Jika ditotal dengan biaya pengecualian sekitar Rp 27,6 miliar, dia mengungkapkan biaya total bisa mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun setiap tahunnya. 

"Itu sangat memberatkan bagi kami karena biayanya sangat besar. Dengan ditetapkannya FABA sebagai limbah non B3, kami melihat potensi tambahan kegiatan ekonomi berkisar Rp 12 triliun hingga Rp 15 triliun," ungkap Darmawan di acara yang sama. 

Bahkan, Darmawan mengungkapkan kalau saat ini beberapa pihak seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan beberapa perusahaan karya sudah mengajak berkolaborasi dalam pemanfaatan FABA untuk pembangunan infrastruktur. Ada jga beberapa pabrik semen yang sudah memulai kerjasama dalam pemanfaatan FABA meskipun masih skala kecil. 

"Ke depan, kami terbuka untuk kolaborasi dan agar ini (FABA) bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, kalau hasil pengujian menunjukkan kandungan radionuklida pada FABA masih memenuhi konsentrasi yang dipersyaratkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021. Dimana, batubara secara alami mengandung sejumlah radionuklida seperti Ra-226, Th-232, K-40, U-235, U-238 dan Pb-210.

Asal tahu saja, di 2019 sebanyak 9,7 juta ton FABA dihasilkan dari 97 juta ton batubara yang digunakan PLTU. Proyeksinya, di 2028 produksi FABA bisa meningkat hingga 15,3 juta ton dari kebutuhan batubara yang mencapai 153 juta ton untuk PLTU. 

Rida juga menekankan kalau di beberapa negara seperti AS, Australia, Kanada, Eropa, Jepang, Rusia, Afrika Selatan dan tiga negara tujuan ekspor batubara seperti China, India dan Korea Selatan tidak mengkategorikan FABA sebagai B3, melainkan sebagai limbah padat dan sebagai specified by product. FABA juga dimanfaatkan sebagai material semen, bahan dasar jalan, reklamasi bekas tambang terbuka, konstruksi bahan batako, bendungan hingga kebutuhan pertanian.

Penggunaan beton dengan campuran fly ash dinilai mampu menurunkan biaya untuk membuat beton konvensional. Selain itu, pemanfaatan FABA juga berpotensi memberikan efisiensi anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp 4,3 triliun. Rida menambahkan terdapat 52 lokasi yang menghasilkan FABA, dimana satu lokasi memungkinkan memiliki beberapa unit PLTU. 

Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengungkapkan, pemanfaatan FABA saat ini masih kurang dari 10%. Padahal, limbah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku material infrastruktur, bahan baku daerah tambang seperti lapisan tudung untuk menetralisir air asam tambang, hingga bahan baku industri semen. 

"Masih minimnya pemanfaatan FABA dikarenakan status FABA yang semula adalah limbah beracun atau B3, sehingga perizinannya pun luar biasa (sulit) karena ada konsekuensinya. Dengan pergeseran jadi limbah non B3 maka playing field-nya akan berbeda," ungkap Darmawan.

Selanjutnya: Abu batubara dihapus dari daftar limbah B3, BUMI uji coba pemanfaatan FABA sejak 2017

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×