Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Handoyo .
Bahkan, Darmawan mengungkapkan kalau saat ini beberapa pihak seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan beberapa perusahaan karya sudah mengajak berkolaborasi dalam pemanfaatan FABA untuk pembangunan infrastruktur. Ada jga beberapa pabrik semen yang sudah memulai kerjasama dalam pemanfaatan FABA meskipun masih skala kecil.
"Ke depan, kami terbuka untuk kolaborasi dan agar ini (FABA) bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, kalau hasil pengujian menunjukkan kandungan radionuklida pada FABA masih memenuhi konsentrasi yang dipersyaratkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021. Dimana, batubara secara alami mengandung sejumlah radionuklida seperti Ra-226, Th-232, K-40, U-235, U-238 dan Pb-210.
Asal tahu saja, di 2019 sebanyak 9,7 juta ton FABA dihasilkan dari 97 juta ton batubara yang digunakan PLTU. Proyeksinya, di 2028 produksi FABA bisa meningkat hingga 15,3 juta ton dari kebutuhan batubara yang mencapai 153 juta ton untuk PLTU.
Rida juga menekankan kalau di beberapa negara seperti AS, Australia, Kanada, Eropa, Jepang, Rusia, Afrika Selatan dan tiga negara tujuan ekspor batubara seperti China, India dan Korea Selatan tidak mengkategorikan FABA sebagai B3, melainkan sebagai limbah padat dan sebagai specified by product. FABA juga dimanfaatkan sebagai material semen, bahan dasar jalan, reklamasi bekas tambang terbuka, konstruksi bahan batako, bendungan hingga kebutuhan pertanian.
Penggunaan beton dengan campuran fly ash dinilai mampu menurunkan biaya untuk membuat beton konvensional. Selain itu, pemanfaatan FABA juga berpotensi memberikan efisiensi anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp 4,3 triliun. Rida menambahkan terdapat 52 lokasi yang menghasilkan FABA, dimana satu lokasi memungkinkan memiliki beberapa unit PLTU.
Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengungkapkan, pemanfaatan FABA saat ini masih kurang dari 10%. Padahal, limbah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku material infrastruktur, bahan baku daerah tambang seperti lapisan tudung untuk menetralisir air asam tambang, hingga bahan baku industri semen.
"Masih minimnya pemanfaatan FABA dikarenakan status FABA yang semula adalah limbah beracun atau B3, sehingga perizinannya pun luar biasa (sulit) karena ada konsekuensinya. Dengan pergeseran jadi limbah non B3 maka playing field-nya akan berbeda," ungkap Darmawan.
Selanjutnya: Abu batubara dihapus dari daftar limbah B3, BUMI uji coba pemanfaatan FABA sejak 2017
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News