kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.886.000   2.000   0,11%
  • USD/IDR 16.554   -56,00   -0,34%
  • IDX 6.979   145,96   2,14%
  • KOMPAS100 1.011   24,10   2,44%
  • LQ45 785   19,50   2,55%
  • ISSI 221   2,82   1,29%
  • IDX30 408   10,67   2,69%
  • IDXHIDIV20 480   13,09   2,80%
  • IDX80 114   2,42   2,17%
  • IDXV30 116   1,94   1,69%
  • IDXQ30 133   3,80   2,94%

KLHK: Sertifikasi SVLK bisa berkelompok


Selasa, 17 November 2015 / 23:31 WIB
KLHK: Sertifikasi SVLK bisa berkelompok


Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingatkan kepada pengusaha kayu dan furniture bahwa Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bisa dilakukan secara berkelompok.

"Banyak kemudahan dari SVLK, salah satunya adalah verifikasi bisa dilakukan berkelompok antar pengusaha bila dirasa terlalu rumit pengurusannya. Jadi satu sertifikat namun untuk jenis industri yang sama atau satu atap," kata Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KLHK, Agus Justianto, Selasa (17/11).

Dalam pertemuan diskusi antara wartawan, pengusaha kayu dan WWF itu, Agus mengatakan bahwa kemudahan tersebut dibuat agar sistem tidak membuat pengusaha menjadi malas atau enggan untuk mendapatkan sertifikasi kayu.

"Contohnya jika biaya Rp20 juta, maka dengan berkelompok kan lebih murah tentunya, seperti itu lah, kami dari kementerian juga sering mendampingi pelaku industri, saat ini sebanyak 294 IKM telah difasilitasi untuk mendapatkan sertifikat yang legal," tuturnya.

Ia menjelaskan saat ini Indonesia sedang krisis pelegalan kayu, sehingga banyak terjadi kasus pembalakan liar dan penyelundupan ekspor-impor kayu.

Sebelumnya, muncul wacana dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) untuk penghapusan mekanisme Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam pengaturan ekspor produk kehutanan.

Dalam aturan penghapusan mekanisme tersebut terdapat poin-poin penting yang, menurut dia, perlu penjelasan lebih lanjut dari Kemdag mengingat selama ini ketentuan menyebutkan dokumen V-Legal yang menyatakan produk kayu tujuan ekspor tersebut memenuhi standar verifikasi legalitas kayu yang diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK).

Namun, ada salah satu pasal dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan menyebutkan bahwa produk ekspor yang masuk dalam kelompok B terdiri dari 15 nomor pos tarif tidak perlu memiliki V-Legal, namun produk tersebut harus berasal dari bahan baku legal.

"Ini perlu penjelasan, karena nanti di bea cukai, mereka harus bisa memastikan apakah produk tersebut disertai dokumen yang berasal dari SVLK atau tidak. Selama ini untuk memastikannya ada dokumen V-Legal, nah kalau dihilangkan untuk mengetahui bahan baku legal atau tidak siapa yang verifikasi," ujar dia.

Menurut dia, terkait SVLK belum sepenuhnya dipahami oleh Kemdag. Verifikasi hulu dan hilir perlu dilakukan, karena dalam satu sistem rantai pasokan kayu berarti dari hulu dan hilir yang semuanya harus dipastikan legalitasnya.

"Kalau di hilir ada produk yang dikecualikan, sistem ini tidak akan berjalan sempurna karena ada celah masuk kemungkinan terjadinya sumber-sumber kayu ilegal," ucapnya.

Ia mencoba mengingatkan bahwa semangat SVLK sejak awal adalah tata kelola kehutanan yang baik, tidak mengorbankan keberlanjutan hutan. Karena kondisi saat ini pun kayu-kayu dari aktivitas ilegal tidak bisa dipungkiri masih ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×